JAKARTA - Kinerja neraca perdagangan diproyeksi kembali mengalami defisit yang yakni sebesar USD243 juta pada Oktober 2019. Angka itu lebih tinggi dibandingkan defisit pada periode September 2019 yang sebesar USD161juta.
"Melebarnya defisit ini diperkirakan diakibatkan oleh masih berkontraksinya performa ekspor Indonesia," ujar Ekonom Bank Permata Josua Pardede kepada Okezone, Jumat (15/11/2019).
Baca juga: Menanti Data Neraca Perdagangan Oktober 2019
Laju pertumbuhan ekspor diperkirakan terkontraksi 8,38% secara tahunan (year on year/yoy). Sementara itu, pertumbuhan laju impor juga diperkirakan masih terkontraksi sebesar 16.21% yoy.
 
Menurut Josua, penurunan kinerja ekspor utamanya disebabkan turunyya harga batu bara sebesar 4,5% dbanding bulan sebelumnya. Sementara itu, volume dari ekspor diperkirakan akan sedikit mengalami penurunan mengingat indeks manufaktur dari perdagangan dengan negara mitra utama Indonesia, seperti China, Eropa, dan Amerika Serikat cenderung mengalami peningkatan tipis.
Baca juga: Kumpulkan Menteri Ekonomi, Jokowi Cari Terobosan Tekan Defisit Neraca Dagang
"Sementara Jepang, trading partner Indonesia lainnya, justru mengalami penurunan signifikan," tambah dia.
Dari sisi impor, lanjut Josua, diperkirakan akan cenderung tidak banyak berubah dari kinerja bulan sebelumnya. Hal ini akibat dari adanya kenaikan harga minyak yang mendorong kenaikan nilai impor migas secara bulanan.
Baca juga: Neraca Perdagangan Defisit, Impor Turun tapi Ekspor Lebih Turun Lagi
"Tapi itu akan tertutupi oleh kontraksi dari impor non-migas akibat industri manufaktur Indonesia masih belum pulih, ditandai oleh penurunan PMI (Purchasing Managers' Index) Manufaktur Indonesia," tutupnya.
(Fakhri Rezy)