JAKARTA - Salah satu tugas berat yang akan diemban Direktur Utama PT PLN (Persero) baru adalah menghadapi ancaman krisis global yang dikhawatirkan mempengaruhi nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS.
Padahal, PLN memiliki sejumlah kewajiban termasuk membeli listrik dari pengembang listrik swasta (independent power producer/IPP) dalam mata uang dolar, sementara PLN menjual listrik kepada konsumen di dalam negeri dalam mata uang Rupiah, termasuk sejumlah proyek kelistrikan dalam program 35.000 megawatt (mw). Saat ini, nama Rudiantara akan dilantik menjadi Dirut PLN.
Baca Juga: Jadi Bos PLN, Rudiantara Dinilai Punya Pengalaman
Dirut PLN yang baru nantinya harus berani melakukan negosiasi dengan IPP untuk menetapkan nilai tukar dalam kontrak (power purchase agreement/PPA) dengan besaran yang tidak memberatkan konsumen dan juga keuangan PLN, misalnya sebesar Rp12.000 per USD.
"Kenapa harus dipatok, karena situasi ekonomi global tahun depan akan menghantui Indonesia. Bukan tidak mungkin terjadi lonjakan kurs dollar AS. Jika hal ini terjadi, akan membuat lesu kegiatan investasi kelistrikan di Indonesia, termasuk program 35.000 mw. Dengan dipatok dari awal di PPA, menurut saya juga akan membuat investor lebih tenang karena ada jaminan kepastian dengan PLN,” kata pengamat kelistrikan Okky Setiawan di Jakarta, Senin (25/11/2019).
Selain syarat di atas, Dirut PLN yang baru juga harus menguasai masalah kelistrikan mulai dari pembangkitan, transmisi dan juga distribusi, serta keuangan. Sosok itu juga harus bisa bekerja sama dan sejalan dengan kebijakan pemerintah.
Baca Juga: Rudiantara Ditunjuk Jadi Dirut PLN
Sebelumnya, Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung berharap Rudiantara segera dilantik menjabat Direktur Utama PT PLN (Persero). Mantan Menkominfo itu disebut telah ditunjuk menjadi Dirut PLN setelah melalui mekanisme sidang tim penilaian akhir (TPA).
"Mudah-mudahan segera dilantik," kata Pramono.
