Keempat, kurangnya tenaga terampil dan supervisor, superintendent. Kelima, tekananan produk impor. Keenam, limbah industri seperti penetapan slag sebagai limbah B3, spesifikasi yang terlalu ketat untuk kertas bekas dan baja bekas (scrap) menyulitkan industri. Ketujuh, Industri Kecil dan Menengah (IKM) masih mengalami kendala seperti akses pembiayaan, ketersediaan bahan baku dan bahan penolong, mesin peralatan yang tertinggal, hingga pemasaran.
“Terhadap berbagai tantangan yang dihadapi tersebut, saat ini kami terus melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikannya, termasuk selalu berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait,” jelas Menteri AGK.
(Fakhri Rezy)