Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Digeber Selesai 100 Hari, Ini Fakta-Fakta Terkini Omnibus Law

Fabbiola Irawan , Jurnalis-Kamis, 30 Januari 2020 |09:46 WIB
Digeber Selesai 100 Hari, Ini Fakta-Fakta Terkini Omnibus Law
Mengenal Omnibus Law (Foto: Shutterstock)
A
A
A

JAKARTA – Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law telah mencapai tahap akhir. Namun finalisasi mengenai RUU Omnibus Law ini belum terlihat.

Padahal telah ada penyederhanaan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja sebanyak 82 UU dan 1.194 pasal. Pada satu sisi, banyak pihak yang meminta untuk menggenjot pengerjaan RUU Omnibus Law. Tetapi di lain pihak, ada saja yang meminta pemerintah yang berwenang untuk pikir-pikir lagi.

Oleh karena itu, Okezone akan merangkum fakta terkini seputar Omnibus Law, Jakarta, Kamis (30/1/2020):

1. Presiden Targetkan Selesai Dalam 100 Hari Kerja

Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan menaruh target dalam penyelesaian RUU Omnibus Law hanya dalam 100 hari.

"Jadi kita harapkan ini, dan sudah saya sampaikan ke DPR, mohon untuk ini nantinya bisa diselesaikan maksimal dalam 100 hari," kata Presiden, alam acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2020 di Ritz Carlton, Jakarta, Kamis (16/1/2020).

Menurutnya, dengan adanya percepatan RUU Omnibus Law akan mampu mendorong kemampuan Indonesia dalam menanggapi setiap perubahan ekonomi di dunia.

 

2. DPR Beranggap Omnibus Law Tidak Harus Buru-Buru

Namun berbeda dengan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani. Dirinya menilai dalam membahas RUU Omnibus Law tidak harus buru-buru karena mencermati manfaatnya bagi masyarakat.

“Tapi kan yang pasti itu bagaimana Omnibus Law ini bermanfaat untuk masyarakat. Jangan mau buru-buru tapi kemudian hasilnya itu enggak maksimal,” kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/1/2020).

Walau begitu, dia menyanggupi saja pembahasan Omnibus Law dalam 100 hari. “Kalau memang kemudian semuanya bisa diselesaikan dengan lancar, enggak sampai 100 hari juga kita kerjain,” lanjutnya.

3. Menkeu Ingin Omnibus Law Perpajakan Dibahas Pekan Ini

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melalui pemerintah pusat akan segera melakukan pertemuan dengan pimpinan DPR RI untuk menyampaikan Surat Presiden (Surpres) mengenai omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Perpajakan. Surpres ini bahkan telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Kami akan menyerahkan surpres sudah ditandatangani bapak presiden dan kami akan segera menghadap kepada pimpinan DPR, untuk bisa menyampaikan kepada beliau secara langsung," ungkap Sri Mulyani ditemui di Ritz Carlton, Jakarta, Rabu (29/1/2020).

Sri Mulyani berharap, penyerahan Surpres ini dapat menggenjot pembahasan RUU Omnibus Law Perpajakan dapat dilakukan Minggu ini.

4. Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja Belum Sempurna

Walau digember hanya dalam dalam pembahasan 100 hari kerja, Presiden Jokowi menilai RUU Cipta Lapangan Kerja masih perlu disempurnakan sehingga belum ditandatangani surat presiden (surpres).

“Yang Omnibus Cipta Lapangan Kerja masih perlu penyempurnaan, supresnya belum saya tandatangani," ujar Presiden pada acara gerakan eliminasi tuberkulosis (TBC) di Techno Park, Kota Cimahi, Jawa Barat, Rabu (29/1/2020).

5. RUU Omnibus Law Bertujuan untuk Sinkronisasi Sistem Hukum

Presiden Indonesia ketujuh itu mengungkapkan, Pemerintah tengan mengupayakan pengembangan sistem hukum yang lebih responsif dengan menyinkronkan berbagai undang-undang melalui omnibus law.

"Omnibus law perpajakan dan omnibus cipta lapangan kerja saat ini sedang kita siapkan dan segera akan kami sampaikan kepada DPR RI," kata Presiden.

Dia menilai, keberadaan Omnibus Law memang belum populer namun strategi yang sama telah diterapkan di berbagai negara. Misalnya Amerika Serikat dan Filipina yang menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda menjadi suatu peraturan besar yang berfungsi sebagai payung hukum.

Strategi tersebut hendak digunakan dalam rangka mereformasi regulasi di Indonesia dengan harapan agar sistem hukum di Indonesia jauh lebih sederhana, fleksibel, responsif, dan cepat menghadapi era kompetisi.

6. Obesitas Aturan Jadi Pendorong Pembuatan Omnibus Law

Banyaknya peraturan atau regulasi yang obesitas membuat kegiatan lebih sulit serta menghambat. "Saya memperoleh laporan bahwa dapat 8.451 peraturan pusat, 15.985 peraturan daerah. Kita mengalami hiper-regulasi, obesitas regulasi. Membuat kita terjerat oleh aturan yang kita buat sendiri terjebak dalam kerewutan dan kompleksitas,” jelas Presiden Jokowi di Sidang Pleno Khusus Penyampaian Laporan Tahunan 2019 yang digelar di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (28/1/2020).

Dengan adanya Omnibus Law, Presiden berkeinginan akan adanya peraturan perundang-undangan yang lebih sederhana.

"Harapannya adalah hukum kita jauh lebih sederhana, fleksibel, responsif dan cepat menghadapi era kompetisi di era perubahan yang saat ini sedang terjadi," lanjutnya.

7. Ditolak KSPI

Penolakan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) ini terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law tentang Cipta Lapangan Kerja.

Setidaknya terdapat enam alasan KSPI menolak RUU itu. Alasan pertama ialah berpotensi menghilangkan upah minumum pekerja dan mengubahkan menjadi upah per jam.

“Menghilangkan pesangon dengan memunculkan istilah unemployment benefit dan membolehkan pekerja kontrak untuk masuk ke semua jenis industri tanpa batasan," ungkap Presiden KSDPI Said Iqbal di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (26/1/2020).

Selanjutnya dapat menggunakan tenaga kerja asing yang bebas, termasuk unskilled worker serta menghilangkan jaminan pensiun dan kesehatan.

"Dan keenam menghilangkan sanksi pidana pagi pengusaha yang melanggar aturan ketenagakerjaan," tutupnya.

(Dani Jumadil Akhir)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement