JAKARTA - Nasabah PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang menjadi korban gagal bayar menginginkan adanya kepastian pengembalian dana mereka. Kepastian itu diharapkan dapat tertuang dalam perjanjian secara tertulis.
Hal ini berkaitan dengan keinginan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir yang menyebut akan mencicil pembayaran nasabah, di mana pembayaran tahap awal akan dilakukan pada akhir Maret 2020.
Nasabah Jiwasraya Haresh Nandewani menyatakan, menyambut baik upaya Erick dalam mencicil dana nasabah, namun pihaknya menginginkan adanya kepastian tak sekedar ucapan.
Baca Juga: Kompak Berkemeja Putih, Puluhan Korban Jiwasraya Geruduk Kantor Sri Mulyani
"Kami terima kasih Pak Erick mengatakan Maret mau bayar tapi kalau diperhatikan, omongannya tidak konsisten begitu, berubah-ubah. Ada kapan dia mengatakan awal Februari nanti, akhir Februari, nanti Maret. Nanti mau dicicil lagi," kata dia ditemui di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (6/2/2020).
"Kami minta suatu kepastian kapan mau dibayar dan di kasih hitam di atas putih saja (perjanjian secara tertulis). Sehingga kami semua bisa tenang, bisa melanjutkan usaha kami," imbuh dia.
Haresh yang sudah menjadi nasabah sejak 2017 telah menanamkan dananya di Jiwasraya sebesar Rp5 miliar, dan hingga saat ini belum dapat dikembalikan perusahaan pelat merah itu. Dirinya ingin pemerintah sebagai pemegang saham Jiwasraya bisa segera melakukan penyelesaian masalah.
Baca Juga: Maaf, Jiwasraya Tak Masuk Holding BUMN Asuransi
Menurutnya, persoalan ini membuat keraguan besar bagi masyarakat untuk kembali berinvestasi di instrumen yang berkaitan dengan kepemilikan negara. Padahal, lanjut dia, dulu memilih beinvestasi di BUMN karena merasa ada jaminan dari pemerintah.
"Kalau ini tidak cepat selesaikan kami yakin hal ini akan menjadi sistemik lost of trust (kehilangan kepercayaan) semuanya. Kami tidak percaya lagi BUMN, dari dulu yang ditonjolkan di sini BUMN 100% aman, mana yang aman itu? Kami mau tanya," tegasnya.
Kasus gagal bayar Jiwasraya berawal dari dana hasil hasil penjualan produk asuransi JS Saving Plan digunakan untuk berinvestasi di saham gorengan. Alhasil, bukan keuntungan yang didapat melainkan tekanan likuiditas terjadi di perusahaan pelat merah itu.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)