JAKARTA - Indonesia dicoret dalam daftar negara berkembang dan naik kelas menjadi negara maju oleh Amerika Serikat melalui US Trade Representative (USTR).
Revisi daftar ini untuk menginvestigasi negara-negara mana saja yang masih mempunyai praktik ekspor tidak fair seperti pemberian subsidi. Perkembangan ini menandai keberangkatan penting dari dua dekade kebijakan perdagangan Amerika mengenai negara-negara berkembang yang dapat menghasilkan hukuman yang lebih ketat untuk beberapa eksportir top dunia.
Baca Juga: AS Coret Indonesia dari Daftar Negara Berkembang, Pengusaha Bicara Dampak ke Ekspor
Ekonom Indef Bhima Yudhistira menjelaskan hal ini berdampak ke Indonesia yang berimplikasi besar adalah dikeluarkannya sebagai negara penerima Generalized System of Preferences (GSP) yang selama ini banyak pelaku usaha menikmati fasilitas bea masuk yang rendah untuk ekspor tujuan AS.
"Dampaknya dengan dikeluarkannya Indonesia sebagai negara penerima GSP yang selama ini banyak pelaku usaha menikmati fasilitas bea masuk yang rendah untuk ekspor tujuan AS," kata Bhima saat dihubungi Okezone, Minggu (23/2/2020).
Baca Juga: AS Keluarkan Indonesia dan 24 Lainnya dari Daftar Negara Berkembang
Bhima menambahkan GSP ini diberikan pada negara berkembang dan miskin, kalau Indonesia tidak masuk GSP lagi, akan kehilangan daya saing pada ribuan jenis produk. Ekspor pasar AS teracam menurun khususnya sektor tekstil dan pakaian jadi yang memperlbear defisit neraca dagang.
"GSP ini diberikan pada negara berkembang dan miskin jika Indonesia tidak masuk GSP. Ekspor pasar AS terancam menurun pada tekstil dan pakaian jadi," papar Bhima.
GSP merupakan kebijakan untuk memberikan keringanan bea masuk terhadap impor barang-barang tertentu dari negara-negara berkembang. Dia melanjutkan, dari Januari hingga November 2019 ada USD2,5 miliar nilai ekspor Indonesia dari pos tarif GSP.
Sebagai catatan ada total 3.572 produk Indonesia yang dapat GSP. "Pada 2019, total produk yang mendapatkan GSP sebanyak 3.572," tuturnya.
Hal ini dinilai akan berlaku jangka panjang yang akan berdampak ke pelebaran defisit perdagangan ketika fasilitas GSP dicabut. Ekspor Indonesia ke AS tercatat USD7,6 miliar pada tahun 2019. Porsi ekspor ke AS cukup besar setara 12,8% dari total ekspor. Kenaikan ekspor naik tipis 0,08%. Sementara impor dari AS mencapai USD8 miliar.
"Porsi ekspor Indonesia ke AS sebesar USD7,6 miliar atau 12,8% pada 2019. Saya berharap tidak sampai di 2021, karena akan anjlok sekali untuk ekspor ke AS," katanya.
(Dani Jumadil Akhir)