JAKARTA - Pemerintah Indonesia mulai menunjukan sinyal-sinyal resesi. Apalagi, dari prediksi-prediksi dari analis hingga pemerintah sendiri.
Bahkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi Ekonomi Indonesia di Kuartal III-2020 tumbuh negatif atau minus. Bahkan, di kuartal IV-2020 pun masih dalam zona sedikit di bawah netral.
Baca juga: Belum Ada Vaksin Covid-19, Sri Mulyani Akui Pemulihan Ekonomi Tak Strong
Namun, hingga saat ini masih banyak pertanyaan akankah Indonesia Resesi. Bahkan, tak sedikit pula yang mengerti apa itu resesi.
Melansir Business Insider, Jakarta, Rabu (2/9/2020), resesi adalah penyebaran penurunan ekonomi yang signifikan di seluruh sektor ekonomi yang berlangsung lebih dari beberapa kuartal.
Baca juga: Sri Mulyani Pasrah Ekonomi Kuartal III Minus, Siap-Siap Resesi
Menurut garis pemikiran yang dipopulerkan ekonom Julius Shiskin di 1974, istilah resesi biasanya didefinisikan sebagai periode ketika produk domestik bruto (PDB) menurun selama dua kuartal berturut-turut.
Namun, pada kenyataannya, ada banyak indikator yang menentukan apakah suatu negara sedang dalam resesi atau tidak.
Mungkin cara yang lebih baik untuk memahami bagaimana para ahli mendefinisikan resesi, Biro Riset Ekonomi Nasional (NBER) - kelompok riset swasta dan nirlaba yang bertanggung jawab untuk melacak tanggal awal dan akhir resesi AS - menawarkan serangkaian indikator ekonomi yang lebih luas yang mencakup tingkat pekerjaan, pendapatan domestik bruto ( GDI), penjualan grosir-eceran, dan produksi industri.
Dalam resesi, kita mungkin merasakan efek gabungan dengan beberapa cara berbeda. Seperti, klaim pengangguran naik, kebiasaan belanja berubah, penjualan melambat, dan peluang ekonomi berkurang.
Jadi dalam praktiknya, resesi ditandai tidak hanya oleh penurunan PDB riil. Akan tetapi juga penurunan pendapatan pribadi riil, penurunan penjualan dan produksi manufaktur, dan kenaikan tingkat pengangguran.
(Fakhri Rezy)