JAKARTA - Angka perokok di Indonesia disebut-sebut kian mengalami peningkatan. Hal itu disebabkan lantaran harga rokok yang yerlalu murah sehingga dapat dijangkau masyarakat bahkan anak-anak.
Kasubdit Tarif Cukai dan Harga Dasar Ditjen Bea Cukai Sunaryo membantah bahwa harga rokok di Indonesia terlalu murah. Menurutnya harga rokok sudah tinggi hal itu dibandingkan dengan harga makan.
"Rokok itu Rp20.000, makan sekitar Rp10.000 sampai Rp15.000 masih ada. Sebenarnya kalau mempertimbangkan daya beli, rokok itu tidak terlalu murah," kata Sunaryo saat diskusi dalam 'Polemik Trijaya bertajuk Pandemi, Harga Cukai dan Naiknya Perokok Anak' yang disiarkan secara daring, Sabtu (5/9/2020).
Baca Juga: Harga Rokok Naik, Konsumsi 'Ahli Hisap' Bisa Berkurang?
Kata Sunaryo, jika dibandingkan dengan harga rokok dan kebutuhan makan di beberapa negara di dunia, harga rokok di Indonesia bisa dikatakan tidak terlalu berbeda atau lebih tinggi dengan harga makan dibanding rokok.
"Sekarang googling aja merk rokok putih yang paling dominan di Jepang 502 yen (harganya) kalau di konversi ke Rupiah Rp66.000 sekian, kalau makan di pinggir restoran Jepang bisa Rp150 ribu-Rp250 ribu," ujarnya.
Sunaryo menerangkan, berdasarkan data Index 2013, Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan telah menaikkan harga rokok hingga 100% per 2020.
"Kalau 2013-2018, kita menaikkan harga sekitar 70,2% ini kebijakan kita. Jadi sebenarnya cukup tinggi kebijakan kita dan cukup berani," jelasnya.