JAKARTA - Sebagai salah satu instrumen investasi dengan imbal hasil tinggi, saham tentu bisa menjadi untuk membantu mengumpulkan dana untuk merealisasikan tujuan jangka panjang, termasuk salah satu di antaranya adalah biaya pendidikan anak. Namun menyikapi keluhan investor di forum aplikasi trading saham di Indonesia yang mengaku putus asa karena sepertinya mengalami kerugian usai menggunakan dana pendidikan anak demi membeli saham, maka perlu diperhatikan bagi masyarakat dalam perencanaan keuangan.
Menurut riset Lifepal.co.id yang terima neraca di Jakarta, kemarin, sejatinya jangan pernah menggunakan dana yang memang sudah ada dan sudah disiapkan sebagai biaya pendidikan anak untuk membeli saham. Jika hal itu terjadi, sama saja dengan menggunakan uang panas untuk berinvestasi. Sebaliknya, berinvestasilah untuk mengumpulkan atau menambah dana pendidikan anak.
 Baca juga: Investor Baru Pasar Modal Tumbuh 53,47%, Mayoritas dari Milenial
Jika memang tidak memiliki dana menganggur, anggarkan saja dana sebesar minimal 10% dari penghasilan per bulan untuk membeli saham. Belilah saham dengan metode cost averaging secara rutin per bulan. Kemudian hindari membeli saham untuk dijual dalam jangka pendek. Bila seseoranh memiliki anak yang akan masuk SD, SMP, SMA atau mendaftar kuliah dalam satu atau dua tahun ke depan. Itu artinya, seseorang akan membayar biaya pendaftaran sekolah dan biaya lainnya dalam jangka waktu pendek.
Membeli saham untuk memenuhi tujuan finansial jangka pendek bisa saja dilakukan, namun hal ini “sangat berisiko.” Transaksi di bursa sejatinya tidak jauh berbeda dengan transaksi di pasar. Hukum ekonomi berlaku dalam perdagangan tersebut, ketika suatu saham diborong banyak investor maka harganya akan meningkat, begitu pun sebaliknya.
 Baca juga: Mau Koleksi Saham-Saham Syariah? Ini Daftarnya
Fluktuasi saham dalam jangka waktu satu atau dua tahun memang sangat tinggi. Bisa saja, karena sentimen buruk yang muncul dalam jangka waktu pendek yang mempengaruhi tingkat imbal hasil. Alangkah baiknya untuk memilih instrumen rendah risiko. Sebut saja seperti deposito, surat berharga negara, atau reksa dana pasar uang.
Follow Berita Okezone di Google News