JAKARTA - Perusahaan mobil listrik asal Amerika Serikat, Tesla Inc memilih India untuk membangun pabrik mobil listrik.
Menanggapi hal tersebut, Analis PT Pefindo Martin Pandiangan mengatakan, Indonesia memiliki sumber daya yang relatif besar dan juga implementasi dari penerapan regulasi yang cenderung efektif. Indonesia memiliki cadangan nikel sekitar 52% dari cadangan dunia yang dipastikan akan memainkan peran penting dalam industri nikel global termasuk dalam hal untuk baterai kendaraan listrik.
Baca juga: Tesla Bangun Pabrik Mobil Listrik di India, RI Bisa Cari Investor Lain
Hal ini dinilai akan menarik investasi lain terhadap calon-calon mitra yang akan mengembangkan pabriknya di Indonesia.
"Melihat hal ini sebenarnya masih banyak peluang untuk Indonesia bisa mendapatkan mitra-mitra strategis lainnya," ujarnya pada Market Review IDX Channel, Senin (22/2/2021).
Baca juga: Tesla Bangun Pabrik di India, Pupus Sudah Harapan Indonesia
Menurut dia, untuk membentuk suatu ekosistem baterai listrik di Indonesia memerlukan waktu yang sangat panjang dan tidak bisa diimplementasikan dalam waktu cepat.
Di sisi lain, permintaan terhadap stainless steel saat ini meningkat seiring dengan pemulihan ekonomi global khususnya untuk di China. "Jadi terlihat juga dari segi harga komoditas nikel yang cenderung pulih dalam beberapa bulan terakhir. Ini didorong dari permintaan stainless steel dari China yang mulai membaik," ungkapnya.
Sebelumnya, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah juga mengatakan bahwa Indonesia mempunyai potensi besar untuk menjadi produsen kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB). Potensi tersebut telah dilirik oleh banyak investor asing maupun dalam negeri.
Langkah penting selanjutnya adalah merancang bentuk kerja sama agar pemanfaatan sumber daya yang ada bisa lebih optimal. Di samping itu, konsistensi kebijakan pemerintah juga diperlukan agar pengembangan kendaraan listrik di Tanah Air berhasil.
"Tesla bukanlah satu-satunya leader dalam pengembangan kendaraan listrik. Untuk itu, Indonesia tidak boleh berfokus pada satu pihak saja," tuturnya.
(Fakhri Rezy)