JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membeberkan enam urgensi pembahasan RUU Perampasan Aset di DPR. Hal ini karena kejahatan yang terjadi di wilayah Indonesia sudah amat mengkhawatirkan.
"Pertama, tingkat pemberantasan tindak pidana ekonomi, termasuk korupsi, narkoba, perpajakan, keuangan, tingkat keberhasilannya relatif masih rendah. Salah satu penyebabnya faktor penjera dan deterrent masih sangat tidak memadai. Dalam hal ini perampasan seluruh asset hasil tindak kejahatan ekonomi merupakan faktor penjera/deterrent faktor yang harus dilakukan," kata Kepala PPATK Dian Ediana Rae dalam keterangan tertulis, Rabu (24/2/2021).
Baca Juga: RUU PTUK Diharapkan segera Rampung, Ini Urgensinya
Kedua adalah Kejahatan ekonomi ini merupakan kejahatan canggih dengan segala bentuk rekayasa keuangan dan rekayasa hukum sehingga mempersulit proses hukum di pengadilan maupun proses penyitaan konvensional.
"Ketiga, recovery asset kerugian negara atau kerugian sosial-ekonomi dari kejahatan-kejahatan ekonomi masih sangat rendah, sehingga belum cukup membantu keuangan negara dalam upaya membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat," ujarnya.
Baca Juga: PPATK Temukan Transaksi Miliaran dari Rekening Terduga Bandar Narkoba
Selanjutnya, penindakan terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), yang seharusnya menyertai tindak pidana ekonomi, dapat dilakukan secara progresif berdasarkan UU No.8 Tahun 2010 masih terbatas realisasinya. Antara lain juga karena kurang progresifnya peraturan perundang-undangan terkait penyitaan asset yang diduga dari hasil tindak pidana.