JAKARTA - Pembicaraan hangat yang terjadi akhir-akhir ini adalah tentang unrealized loss dana investasi sebuah perusahaan BUMN (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan) dan dikaitkannya unrealized loss tersebut dengan kecurangan bisnis yang berakibat pada kerugian negara.
Bagi mereka yang bergerak di pasar modal, unrealized loss (kerugian yang belum direalisir) merupakan hal yang biasa oleh karena memang itulah model bisnis mereka. Jika pengkaitan unrealized loss dengan tindak pidana itu betul-betul terjadi maka yang paling merasa dirugikan adalah direksi dan dewan komisaris perusahaan yang bersangkutan.
Di samping itu, jagad perdagangan surat-surat berharga di pasar modal akan mengalami kekacauan. Pasar akan menjadi sepi, sebab orang yang niatnya memang berbisnis dalam bidang perdagangan surat-surat berharga tidak lagi tertarik untuk terjun ke dalamnya. Orang berbisnis selalu mengalami risiko bisnis, tetapi kalau sedikit-sedikit risiko berbisnis itu ditarik menjadi risiko hukum, maka hal tersebut akan menakutkan bagi semua pelaku pasar.
Baca Juga: Saham Teknologi Cetak Kenaikan Tertinggi di BEI
Pernyataan ini bukan berarti bahwa dalam perdagangan saham tidak ada unsurunsur kejahatan yang salah satunya mungkin mengarah ke kerugian negara atau korupsi.
Artikel ini akan membahas sedikit tentang unrealized loss, tanggung jawab manajemen dan kaitannya kecurangan bisnis.
Unrealized Loss
Istilah unrealized loss (kerugian yang belum direalisir) atau unrealized gain (keuntungan yang belum direalisir) pada umumnya digunakan pada saat menyusun laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi, tepatnya, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 55 tentang “Instrumen Keuangan – Pengakuan dan Pengukuran”.
Instrumen keuangan terdiri dari asset keuangan dan liabilitas keuangan. Akun investasi termasuk sebagai asset keuangan. Laporan keuangan yang disusun berdasarkan PSAK dimaksudkan untuk pengambilan keputusan para investor dan kreditor pada saat melakukan investasi dan pemberian kredit. Keputusan investasi dan kredit pada umumnya dilakukan melalui pasar uang dan pasar modal.
Baca Juga: IHSG Ditutup Menguat tapi Dinilai Lesu, Kenapa?
Akun investasi dalam laporan keuangan, termasuk di dalamnya investasi dalam saham, reksadana atau instrumen utang lainnya, pada umumnya digolongkan menjadi tiga golongan yaitu, surat-surat berharga untuk diperdagangkan (trading securities), surat-surat berharga tersedia dijual (available for sale) dan surat-surat berharga yang ditahan sampai dengan jatuh tempo (held to maturity). Penggolongan ke dalam tiga jenis tersebut didasarkan atas intensi management dan kemampuan manajemen untuk mempertahankan asset yang bersangkutan sesuai dengan intensinya.
Istilah “unrealized loss” berasal dari penanaman (investasi) dalam asset keuangan yang dikategorikan sebagai tersedia untuk dijual. Tiap-tiap periode laporan keuangan (tahunan) surat-surat berharga yang digolongkan sebagai tersedia dijual harus dinilai kembali sesuai dengan nilai wajar pada saat pelaporan. Penilaian kembali ini mengakibatkan timbulnya laba/rugi yang belum direalisir (unrealized gain/loss).
Standar akuntansi yang berlaku mengatakan bahwa laba (rugi) yang belum direalisasi tersebut di atas tidak boleh dibebankan dalam laba (rugi) tahun berjalan, tetapi harus dicatat sebagai penghasilan (beban) komprehensif lain yang pada akhirnya ditutup ke bagian ekuitas (bagian modal). Unrealized loss ini belum boleh dibebankan ke dalam laba/rugi tahun berjalan.