Lalu untuk tata lingkungan kebutuhannya mencapai 10.626 orang namun tenaga kerja yang tersedia hanya 7.111 orang saja. Artinya masih ada gap yang mencapai 3.515.
Sedangkan elektrikal dan manajemen pelaksana masih belum diketahui jumlah kebutuhan tenaga kerjanya. Namun, tenaga kerja yang tersedia masing-masing 14.283 dan 42.407 orang.
"Sebagai contohnya Sipil ketersediaannya sekitar 106 ribu kebutuhannya 12 ribu jadi kita masih punya gap 15 ribu. Dan sebetulnya kalau kita lihat disini ada data kebutuhan yang belum bisa kita kumpulkan juga berapa kuantitas yang diperlukan di lapangan," kata Dewi.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, ada beberapa langkah yang disiapkan pemerintah. Dari sisi kuantitas dengan melakukan kerjasama dengan berbagai perguruan tinggi pada level tingkatan. Kerjasama yang dimaksud ini bahkan sudah mencakup yang sifatnya spesialis hingga superspesialis.
"Ini tidak lain bagaimana upaya kita untuk menambah tenaga kerja konstruksi yang nantinya akan bekerja di lapangan. Dan diharapkan sesuai dengan kebutuhan di lapangan," kata Dewi.
Selanjutnya, Kementerian PUPR juga melakukan kolaborasi dengan Badan Usaha Jasa Konstruksi (BUJK) nasional maupun asing. Langkah ini dilakukan untuk menjadikan beberapa paket kegiatan yang sekarang berlangsung yang dikerjakan BUJK nasional maupun asing ini sebagai training ground bagi tenaga kerja konstruksi.
"Jadi kita memberikan kesempatan untuk magang kepada tenaga kerja konstruksi kita pada proyek-proyek yang sedang berjalan. Ke depan kita melakukan magang pada proyek-oryek pembangunan perumahan," kata Dewi.
Kemudian uga kita melakukan percepatan sertifikasi tenaga kerja konstruksi. Salah satunya adalah dengan memperluas, mempercepat dan memodernisasi layanan sertifikasi.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)