Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Kejar Target Penerimaan Cukai Rp203,9 Triliun di 2022, Caranya?

Taufik Fajar , Jurnalis-Kamis, 02 September 2021 |20:54 WIB
Kejar Target Penerimaan Cukai Rp203,9 Triliun di 2022, Caranya?
Kejar Target Penerimaan Cukai (Foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Kementerian Keuangan menargetkan penerimaan cukai sebesar Rp203,9 triliun pada RAPBN 2022. Angka ini naik 11,9% dibandingkan outlook tahun 2021 sebesar Rp179,6 triliun.

Kenaikan cukai yang kian tinggi sejalan dengan wacana Pemerintah untuk menetapkan perluasan objek cukai pada tahun 2022 dengan menambahkan plastik sebagai barang kena cukai.

Sejak Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang cukai diberlakukan hingga tahun 2021 ini, objek barang kena cukai baru terbatas pada tiga jenis barang yaitu etil alkohol, minuman mengandung etil alkohol, dan produk hasil tembakau. Selama kurun waktu tersebut pula, pendapatan cukai hasil tembakau mendominasi pendapatan cukai hingga lebih dari 90% setiap tahunnya.

"DPR telah menyetujui cukai kantong plastik, berikut dengan cukai kemasan & wadah plastik, cukai diapers, cukai alat makan & minuman sekali pakai. Sedangkan penambahan cukai untuk makanan dan minuman berpemanis (MMDK) belum disetujui,” ujar Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Nirwala Dwi Heryanto di Jakarta, Kamis (2/9/2021).

Baca Juga: Kenaikan Tarif Cukai Rokok Akan Diumumkan Oktober 2021

Nirwala mengungkap fakta terkait prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia yang meningkat sebesar 30% dalam waktu 2013-2018, serta pertumbuhan obesitas di Indonesia peringkat ketiga tertinggi di negara ASEAN pada rentan waktu 2010-2014, yakni 33%.

“Melihat data tersebut, MMDK berpotensi dikenakan cukai,” katanya.

Anggota Komisi XI DPR-RI Eriko Sotarduga mengatakan pemerintah perlu mengkaji lebih jauh terhadap barang-barang yang berpotensi dikenakan cukai. Perluasan obyek cukai perlu segera dibahas pemerintah dan DPR, dan hal ini terkait dengan barang-barang yang diharapkan dapat dikurangi konsumsinya, seperti makanan minuman yang tinggi kandungan Gula, Garam dan Lemak (GGL), salah satu contohnya minuman berkarbonasi.

“Konsumsi GGL yang terus bertambah mengakibatkan meningkatnya risiko kesehatan, (pengenaan) cukai akan membantu membuat masyarakat lebih menyadari menjaga kesehatan diri, tanpa harus memberatkan,” ucapnya.

Untuk itu, dia menekankan pentingnya Pemerintah membuat peta jalan perluasan obyek cukai.

Sementara itu, Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esa Suryaningrum mengatakan kebijakan ekstensifikasi cukai dilakukan pemerintah sudah tepat.

Sebab, selama puluhan tahun hanya ada tiga objek cukai di Indonesia, dan Pemerintah menjadikan Industri Hasil Tembakau (IHT) sebagai kontributor utama cukai,

“IHT layaknya angsa bertelur emas, yang terus diandalkan untuk mampu memenuhi target penerimaan cukai, meski dengan tarif cukai yang kian meningkat yang dibebankan,” katanya.

Esa menjelaskan jika tarif cukai IHT terus dinaikan, hal ini tidak akan optimal dan malah akan memberikan dampak lain seperti perdagangan rokok illegal. “Saat inipun meski memenuhi target cukai, namun angka produksi hasil tembakau kian menurun,” tambahnya. Untuk itu, Esa turut mendorong adanya peta jalan perluasan cukai.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan objek cukai paling minim. Negara tetangga seperti Thailand, saat ini telah mengenakan cukai pada 16 objek, Kamboja sebanyak 11 objek, Laos sebanyak 10 objek, Myanmar 9 objek, Vietnam 8 objek, India 28 objek, dan Jepang 24 objek. Beberapa objek barang kena cukai di negara tersebut antara lain: kendaraan bermotor, bahan bakar minyak, minuman berkarbonasi, baterai, karoke, batu bara, serta AC.

(Dani Jumadil Akhir)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement