Sehubungan dengan itu, Bhima merekomendasikan beberapa solusi guna menurunkan beban utang pemerintah. Pertama, meningkatkan penerimaan pajak. Namun, ia memberi catatan, jangan sampai sampai penerimaan pajak ini mengganggu pemulihan ekonomi.
Kedua, melakukan pengendalian belanja negara. “Jadi belanja-belanja yang sifatnya rutin seperti belanja pegawai dan barang harus berani untuk di pangkas,” jelasnya.
Ketiga, melakukan kreatifitas untuk mengurangi ketergantungan utang yang mahal. Ia mencontohkan, dibandingkan membiayai infrastruktur dengan utang, lebih baik mendorong kerja sama dengan pihak swasta.
Lebih dari itu, kata Bhima, pemerintah bisa melakukan pinjaman dengan denominasi mata uang yang bunganya relatif lebih rendah. Kalau dollar terhitung mahal, alternatifnya bisa menggunakan Yuan ataupun Yen. Sehingga ada kreatifitas untuk menurunkan volatilitas utang, khususnya beban bunga.
Pria berkaca mata ini menambahkan, ada hal lain yang menjadi concern dirinya, yaitu kombinasi dari tapering off yang akan melemahkan nilai tukar rupiah dan juga kenaikan inflasi. Sebab menurutnya, dua hal tersebut akan memicu kenaikan suku bunga utang pemerintah.
“Kalau suku bunga utangnya meningkat, maka beban bunga utangnya akan jauh lebih besar dibandingkan 2021. Jadi inflasi dan tapering off ini bisa menjadikan beban bunga utang semakin meningkat. Nah ini juga harus diantisipasi,” tandasnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)