JAKARTA - PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) bergantung pada keberlanjutan proyek blast furnace atau peleburan tanur tinggi. Kementerian BUMN mencatat saat ini proyek tercatat mangkrak.
Menteri BUMN Erick Thohir tengah mencari mitra atau investor baru untuk mengelola proyek tersebut. Langkah itu setelah pemegang saham gagal menggaet investor asal China.
Baca Juga: Selamatkan Krakatau Steel, Erick Thohir Nego dengan Produsen Baja Korsel
"Blast furnace harus dikerjasamakan karena itu mangkrak dari tahun 2008, harga investasinya USD 850 juta, yang lakukan pemangkrakan, yang salah investasi saya? Itu makanya bingung saya, kok seakan-akan jadi saya yang tertuduh," ujar Erick dikutip Sabtu, (11/12/2021).
Blast furnace rencananya akan diserahkan kepada investor China sebagai upaya meraih investasi baru. Malangnya, kata Erick, upaya itu gagal lantaran harga baja dunia naik signifikan.
Baca Juga: Mangkrak, Proyek Blast Furnace Krakatau Steel Bengkak Jadi Rp20,1 Triliun
"Kemarin sempat ada diskusi dengan partner China. Mereka ingin ambil alih blast furnace ini, tetapi dibetulin total dan mereka tambah duit dengan hitung-hitungan yang baik cuma nggak jadi karena baja lagi naik harganya. Jadi, untuk membangun pabriknya mereka butuh dua kali lipat, jadi mereka mundur," tutur dia.
Erick memang memperkirakan emiten dengan kode saham KRAS akan bangkrut pada Desember 2021. Perkiraan itu bila proses negosiasi dan restrukturisasi utang emiten menemui jalan buntu alias gagal.
Pernyataan Erick disampaikan saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI. Dia mencatat, ada tiga tahap restrukturisasi yang ditempuh untuk menyehatkan kinerja keuangan KRAS, namun pemegang saham cemas nantinya upaya negosiasi berakhir gagal.
Ketiga langkah restrukturisasi yang ditempuh untuk menyelamatkan keuangan Krakatau Steel, salah satunya adalah mencari investor baru dalam proyek blast furnace.
"Blast furnace harus dikerjasamakan karena itu mangkrak, harga investasinya USD 850 juta, yang lakukan pemangkrakan, yang salah investasi saya? Itu makanya bingung saya, kok seakan-akan jadi saya yang tertuduh," kata dia.
Proyek tersebut disebut-sebut sebagai proyek yang serba salah. Pasalnya, akan merugikan perusahaan senilai Rp1,3 triliun setiap tahunnya. Sedangkan jika dihentikan, perseroan akan kehilangan dana sekitar Rp10 triliun.
Mantan bos Inter Milan ini memang memberi lampu hijau kepada Krakatau Steel untuk melanjutkan proyek peleburan tanur tinggi sebelumnya. Padahal, emiten pelat merah sendiri sudah menghentikan operasional blast furnace sejak 5 Desember 2019 lalu.
Alasan penghentian karena pabrik tidak mampu menghasilkan baja dengan harga pasar yang kompetitif. Sementara, biaya operasionalnya terbilang tinggi.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)