JAKARTA - Pemerintah menggelontorkan dana untuk subsidi tiket masyarakat yang menggunakan Kereta Rel Listrik di Jabodetabek sebesar Rp1,99 triliun di 2021. Jumlah tersebut naik Rp400 miliar lebih jika dibandingkan tahun 2020.
Direktur Operasi dan Pemasaran Kereta Commuter Indonesia (KCI) Wawan Ariyanto mengatakan setidaknya pemerintah harus menanggung Rp11.981 untuk satu kali perjalanan yang dilakukan oleh satu orang. Sebab PT KCI menetapkan biaya operasional sebesar Rp14.981 sedangkan tarif yang dibebankan oleh pengguna hanya Rp3.000.
Melihat gap yang besar antara biaya operasional dan tarif yang dibebankan oleh pengguna moda transportasi tersebut, maka pada bulan April 2022 tarif KRL di usulkan naik dari Rp3.000 menjadi Rp5.000 untuk mengurangi Subsidi yang diberikan. Rencana penetapan tarif tersebut menarik dari hasil survey ATP atau kemampuan masyarakat membayar dan WTP atau keinginan masyarakat membayar moda transportasi KRL.
Baca Juga:Â Siap-Siap! Tarif KRL Bakal Naik Jadi Rp5.000
Meski demikian Wawan mengatakan kenaikan tarif dengan menghitung ATP dan WTP dianggap sebagi formula yang kurang pas. Sebab menurutnya hal yang paling pas adalah ketika pemberian subsidi yang tepat sasaran.
"Memang yang pas sebetulnya adalah subsidi yang tepat sebenarnya, karena kalau bicara ATP/WTP ini berdasarkan hanya sampel itu hanya belum tentu, di parkiran stasiun tertentu banyak yang bermobil, tentunya kalau mengambil Dar ATP/WTP itu kurang pas," ujarnya dalam diskusi Media secara virtual, Rabu (12/1/2022).
Untuk mewujudkan pemberian subsidi yang tepat kepada masyarakat, Wawan mengatakan saat ini pihak tengah merancang inovasi yang diberikan nama ABT atau Account Bus Ticketing. ABT merupakan sebuah tiket yang nantinya hampir sama dengan KMT (Kartu Multi Trip), bedanya ABT akan terintegrasi dengan data kependudukan.
Baca Juga:Â Tarif KRL Bakal Naik Jadi Rp5.000, Ini Hitung-hitungannya
Sehingga tiket tersebut akan mengetahui penggunanya memiliki penghasilan berapa, dan apakah pantas mendapat tiket subsidi atau tidak. "Nanti akun tersebut akan berbasis NIK, pendapatannya berapa ketahuan, dengan ABT ini, nanti begitu masuk kami akan tahu, owh ini harus kena PSO (subsidi) berapa, yang ini tidak, dengan itu semua sebetulnya beres, tapi ini solusi masa depan," sambungnya.