JAKARTA - Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) Silmy Karim menjelaskan alasan penghentian Proyek Blast Furnace atau peleburan tanur tinggi. Masalahnya karena perusahaan mengalami kerugian.
Silmy menjelaskan, kerugian terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara kapasitas fasilitas hulu (ironmaking and steelmaking) dan kapasitas fasilitas hilir (rolling), membuat perusahaan harus mengimpor bahan baku. Lalu, perusahaan memproduksi baja setengah jadi dengan harga yang tinggi dan berfluktuasi.
Baca Juga:Â Erick Thohir Melapor, Kejagung Bakal Ungkap Dugaan Korupsi Pabrik Krakatau Steel
"Setelah beroperasi, kami menghitung antara produk yang dihasilkan dengan harga jual tidak cocok hitungannya atau dengan kata lain rugi. Dengan ini Kementerian BUMN berkonsultasi dengan BPK, dengan kajian lembaga independen, kita putuskan menghentikan operasinya," ujar Silmy dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR, Senin (4/2/2022).
Persoalan lain, lanjut Silmy, terkait dengan kenaikan harga hingga keterbatasan jumlah energi seperti listrik dan natural gas. Perkara ini mendorong KRAS untuk mengambil langkah efisiensi berupa mencari energi alternatif lain.
Baca Juga:Â Dirut Krakatau Steel Silmy Karim Diusir dari Rapat DPR, Ada Apa?
Lalu, tidak efektifnya proyek Blast Furnace adalah tidak adanya fasilitas basic oksigen furnace. Silmy menyebut, pada 2008 lalu, Krakatau Steel memiliki fasilitas hulu berupa direct reduction plant, slab steel plant, dan billet steel plant.
Follow Berita Okezone di Google News