JAKARTA - Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng diusulkan hanya diberlakukan untuk minyak goreng curah. Ombudsman Republik Indonesia menilai minyak goreng curah merupakan produk yang paling banyak digunakan oleh masyarakat miskin dan pelaku UMKM.
"Opsi pertama harga dilepaskan ke pasar untuk kemasan premium dan medium, tapi di satu sisi yang curah tetap diberlakukan dengan harga eceran tertinggi," kata Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika, Selasa (15/3/2022).
Yeka menyebut HET untuk minyak goreng kemasan premium dan medium lebih baik dicabut dan dikembalikan pada mekanisme pasar. Hal tersebut, kata dia, dimaksudkan agar disparitas harga yang ada antara kebijakan Domestic Price Obligation (DPO), HET, dan harga minyak goreng di lapangan yang masih sangat tinggi.
Pemerintah menerapkan DPO bagi produsen minyak kelapa sawit untuk menjual CPO kepada produsen minyak goreng seharga Rp9.300 per liter dengan tujuan agar produsen minyak goreng bisa menjual produknya maksimal paling mahal Rp14.000 per liter. Namun kenyataannya harga minyak goreng di pasar tradisional rata-rata masih berada di kisaran Rp20.000 hingga Rp30.000/liter.
Paling banyak sekitar 80% minyak goreng dijual seusai HET dan hanya terjadi di pasar modern. Meski harga sesuai HET, keberadaan minyak goreng Rp14.000 per liter di pasar modern sangat terbatas atau langka.
Dikatakannya HET untuk minyak goreng kemasan premium dan sederhana dicabut karena pembelinya dinilai sebagai masyarakat menengah ke atas. Sementara minyak goreng curah yang rata-rata pembelinya masyarakat miskin tetap diberikan harga murah dengan kebijakan HET maksimal Rp11.500 per liter.