JAKARTA - Kementerian Perdagangan mengeluarkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) atau export ban dan harga Eceran Tertinggi (HET) untuk mengatasi kenaikan harga minyak goreng, tapi sayangnya, dua kebijakan tersebut dinilai tidak efektif.
Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Krisna Gupta mengatakan, kebijakan DMO dan HET berangkat dari asumsi bahwa permasalahan minyak goreng di Indonesia adalah kelangkaan CPO atau crude plam oil yang merupakan input penting di pasar domestik.
BACA JUGA:Minyak Goreng Langka, Mendag Singgung Mafia: Ada Orang yang Berbuat Curang
Kebijakan ini juga berangkat dari asumsi bahwa petani lebih suka ekspor karena harganya lagi tinggi.
"Ini asumsi yang sangat masuk akal tapi tidak diikuti fakta di lapangan,” jelas Krisna di Jakarta, Rabu (16/3/2022).
Menurutnya, kebijakan DMO justru berpotensi mendistorsi perdagangan, mengurangi reliabilitas perusahaan Indonesia bagi partner dagang luar negeri dan mengundang retaliasi dari negara lain yang dapat merugikan kepentingan Indonesia di pasar internasional.
"DMO memang bisa dipakai untuk mengatasi kelangkaan pasokan CPO. Namun menurut Mendag, yang juga diamini oleh Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), sekarang stock CPO dalam negeri justru berlebih tapi minyak goreng tetap saja langka," ucapnya.