JAKARTA - Putra Presiden Soeharto, Bambang Trihatmodjo meminta Menteri Keuangan (Kemenkeu) Sri Mulyani Indrawati tak lagi menagih piutang SEA Games XIX 1997 sebesar Rp35 miliar. Bahkan, kasus itu diusulkan tidak dilanjutkan.
Pernyataan tersebut disampaikan Kuasa hukum Bambang, Shri Hardjuno Wiwoho. Alasannya, dana talangan sebesar Rp35 miliar bukan bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), namun dana reboisasi Kementerian Kehutanan (Kemenhut). Anggaran ini pun disuntik oleh pihak swasta kepada Kemenhut.
Baca Juga:Â Ditagih Utang SEA Games Rp64 Miliar, Begini Penjelasan Kuasa Hukum Bambang Trihatmodjo
"Karena bilamana kita melihat historis permasalahan ini, sumber dari dana talangan ini pun bukan dari APBN, kita trace itu bukan dari kas Setneg tapi dari KLH, sumbernya dari dana reboisasi, dana swasta," ujar Juno dalam konferensi pers, Rabu (23/3/2022).
Bambang, lanjut Juno, menyarankan agar pemerintah secara bijak dan utuh melihat permasalahan keuangan SEA Games 1997. Bukan sebaliknya tendensius memandang Bambang sebagai putra Presiden Soeharto.
"Bila pemerintah bisa bijak bisa lihat masalah bukan pada tendensi pribadi dan diduga kaitan pak Bambang sebagai putra Presiden Soeharto. Apakah tidak bisa Kemenkeu menutup masalah ini?," katanya.
Baca Juga:Â Ditagih Utang Rp50 M, Bambang Trihatmodjo Gugat KPKNL Jakarta I dan Setneg
Secara keseluruhan jumlah piutang negara yang ditagih Sri Mulyani kepada Bambang Trihatmodjo mencapai Rp64 miliar. Jumlah itu merupakan akumulasi dari pinjaman pokok sebesar Rp35 miliar ditambah dengan bunga sebesar 15% dengan jangka waktu 1 tahun atau selama periode 8 Oktober 1997 hingga 8 Oktober 1998.
"Kalau dihitung secara detail belum pernah ada sinkronisasi terkait nilainya, tapi yang ditagihkan sekitar Rp64 miliar. Jadi pokok Rp35 miliar dengan bunga 15%, jadi sekian. Itu juga kan juga jauh dari nilai keadilan," ujar Prisma Wardhana Sasmita, Kuasa hukum Bambang yang lainnya.