Dicemooh oleh sebagian warga karena kejujurannya, orang-orang yang menertawakannya mengatakan dia bakal mati dalam jeratan kemiskinan, tindakannya membuatnya diganjar berbagai hadiah, termasuk fasilitas sekolah di Ricks Institute, salah satu sekolah paling bergengsi di Liberia.
Presiden Liberia George Weah memberinya USD10.000 atau sekitar Rp143 juta.
Pemilik sebuah media lokal juga memberinya uang tunai, dan hadiah lainnya diperolehnya di antaranya dari para pemirsa televisi dan pendengar radio. Sang pemilik uang pun menyumbangkan hadiah senilai USD1.500 kepada Emmanuel.
Di atas semua itu dan mungkin yang paling signifikan, sebuah perguruan tinggi di AS kemudian menawarkannya beasiswa penuh setelah dia nantinya menyelesaikan pendidikan menengahnya.
Menikmati disiplin akademik
Dan itulah yang kini dia fokuskan di Ricks, sekolah asrama yang didirikan 135 tahun silam. Dahulu sekolah ini disediakan bagi masyarakat elit Liberia keturunan budak yang dibebaskan. Merekalah yang kelak berperan besar dalam pendirian negara itu.
Bangunan dua lantai sekolah itu terletak di kompleks nan indah, di mana lokasinya berjarak sekitar 6km dari pantai Atlantik.
"Saya menikmati aktivitas di sekolah, bukan karena Ricks memiliki nama besar, tetapi karena disiplin akademik dan nilai-nilai moralnya," kata Emmanuel seraya mengumbar tawa. Dia memainkan kerah bajunya saat berujar.
Seperti banyak anak-anak Liberia dari latar belakang pedesaan yang miskin, dia terpaksa putus sekolah pada usia sembilan tahun, untuk mencari uang guna membantu keluarganya.
Ini terjadi tak lama setelah ayahnya meninggal dalam kecelakaan dan dia pergi untuk tinggal bersama bibinya. Dia kemudian menjadi tukang ojek beberapa tahun kemudian. Setelah sekian lama meninggalkan bangku sekolah, dia kini membutuhkan banyak dukungan di sekolahnya yang baru.