Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Harga BBM di RI Seharusnya Bisa Lebih Murah? Cek Faktanya

Antara , Jurnalis-Rabu, 20 April 2022 |06:22 WIB
Harga BBM di RI Seharusnya Bisa Lebih Murah? Cek Faktanya
Harga BBM di RI Seharusnya Bisa Lebih Murah? (Foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Harga keekonomian bahan bakar minyak (BBM) memperhitungkan pengadaan impor minyak mentah yang dibeli Pertamina dengan harga pasar sehingga biaya produksi BBM akan meningkat seiring kenaikan harga minyak mentah global.

"Sejak 2008 kita resmi keluar dari keanggotaan OPEC karena sudah menjadi net importir. Produksi dalam negeri tak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan yang pesat sehingga harus impor. Harga BBM saat ini mahal karena harga minyak mentahnya sedang tinggi," kata Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan dalam diskusi dengan media secara virtual di Jakarta, Rabu (20/4/2022).

Bahkan muncul klaim yang menyebutkan bahwa harga BBM non subsidi seperti Pertamax RON 92 terlalu tinggi. Ada yang membandingkan dengan harga BBM subsidi di Malaysia yang lebih murah. Belakangan muncul pula klaim harga Pertamax yang dijual Rp12.500 per liter seharusnya hanya dijual Rp3.772 per liter tanpa memperhitungkan pajak.

Baca Juga: Subsidi BBM Lebih Tepat Diberikan Langsung ke Masyarakat, Ini Penjelasannya

Komaidi menilai tudingan bahwa harga jual BBM nonsubsidi seperti Pertamax terlalu tinggi adalah salah kaprah. Hal ini mengacu pada klaim pihak yang tidak paham yang menyebutkan bahwa produksi minyak mentah hanya Rp1.772,00 per liter. Padahal, harga internasional per Maret 2022 sudah mencapai Rp10.209,00 per liter.

"Asumsi harga minyak mentah USD19,5 per barel itu cost production dari salah satu lapangan, bukan harga jual minyak mentah. Acuannya sudah jelas, domestik itu ICP (harga minyak mentah Indonesia). Harga ICP Maret USD113 per barel, jauh di atas asumsi dalam APBN 2022 yang USD63 per barel," ujarnya.

Menurut Komaidi, konsumsi BBM saat ini 1,6 juta barel per hari (bph). Namun, produksi minyak mentah yang diolah jadi BBM kurang dari 750.000-an bph.

"Dari total produksi itu, kita hanya dapat sekitar 480.000-an bph karena sebagian digunakan sebagai cost recovery, dikembalikan ke kontraktor sebagai bagi hasil," ungkap dia.

Komaidi menilai perhitungan menyeluruh harga minyak internasional dan domestik akan lebih adil (fair) untuk mengetahui keekonomian harga BBM.

Biaya produksi hanya bagian dari harga jual. Ada komponen biaya lain yang sama seperti negara lain, salah satunya adalah harga minyak global, biaya pengolahan/pengilangan, biaya distribusi serta transportasi, termasuk penyimpanan dan lain-lain.

"Selain itu, ada pajak dan margin badan usaha," ujarnya.

Dia menyebutkan komponen harga minyak mentah relatif sama karena harga internasional. Namun, komponen lainnya bisa berbeda tiap wilayah, bahkan ada yang di satu negara berbeda-beda.

Dia mencontohkan biaya pengilangan di Balongan dan Cilacap beda, konsekuensinya biaya juga beda. Pajak juga beda. Belum ditambah perbedaan pada biaya transportasi distribusi.

"Kalau mau fair kita hitung menyeluruh sekian persen acuan harga internasional dan domestik. Akan tetapi, bedanya tidak jauh. Misalnya domestik ICP. Itu kalau dibandingkan WTI, ICP lebih mahal karena kualitasnya di atas Brent," katanya.

(Dani Jumadil Akhir)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement