"Kalau seperti itu tidak bagus, tidak ada handphone lagi kendalanya. Mau beli handphone pun tidak ada uang. (Komputer} tidak ada, jadi saya merasa sulit," ujarnya, Kamis (30/6/2022).
Tak hanya Lapoasa, seorang pria bernama Jootye Rynhard Rumansa yang kesehariannya berdagang di pasar mengeluhkan hal yang serupa,
Dia mengungkapkan kalau kondisi ekonominya membuat dia tak bisa beli ponsel pintar.
"Memang ini satu kebijakan yang oke bagi pemerintah, tapi bagi masyarakat kecil agak mengganggu, apalagi tidak semua punya android dan pandai menggunakannya," jelasnya,
"Mungkin sistem begini untuk kedepannya baik, karena sudah zaman makin berkembang. Tapi, masyarakat kelas bawah belum siap," tambahnya.
Adapun pengamat dari Universitas Gadjah Mahda (UGM) Fahmy Riadhi menyebut penggunaan instrumen berbasis digital untuk pendataan seperti situs dan aplikasi MyPertamina bisa menimbulkan masalah baru.
Dia menyebut kalau hal ini dapat memicu antrean di SPBU karena prosedur pembeli harus memindai lebih dulu.
Dia menekankan orang-orang yang belum memiliki akses internet itu kemungkinan besar berhak terima BBM subsidi.
"Yang memverifikasi data Pertamina, hasil verifikasi diberitahu melalui email, semua berbasis IT, padahal konsumen Pertalite dan solar yang iliterasi digital masih banyak juga," katanya.