JAKARTA - Indonesia memilikk potensi gas alam yang sangat besar dan menjanjikan untuk dikembangkan. Namun demikian, Indonesia saat ini masih bergantung pada Liquefied Petroleum Gas (LPG) yang diimpor dari negara lain.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan, kondisi ini terjadi karena kapasitas produksi kilang LPG yang dimiliki Indonesia saat ini jumlahnya terbatas, sehingga sebagian besar dari kebutuhan LPG domestik harus dipenuhi dari impor.
Menurut dia, kuota LPG Indonesia per tahunnya dipatok sebesar 8 juta metrik ton. Sementara, kapasitas produksi kilang LPG RI hanya sebesar 1,9 juta metrik ton.
Baca Juga:Â Surplus Gas tapi RI Doyan Impor Minyak
"Memang sekitar 76,9% itu memang impor LPG kita. Jadi kondisinya seperti itu. Ke depan kalau kita gunakan gas langsung ya berbeda dengan petroleum gas (LPG). Kita lebih banyak kalau LNG atau gas pipa ke jargas," kata Tutuka dalam acara Energy Corner, Senin (10/10/2022).
Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan bahwa impor Liquefied Petroleum Gas (LPG) Indonesia mencapai Rp80 triliun. Nilai impor itu pun katanya masih harus disubsidi lagi oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp60 triliun hingga Rp70 triliun supaya bisa dinikmati masyarakat dengan harga murah.
Baca Juga:Â Impor LPG Capai 77%, PLN Ajak Masyarakat Pindah ke Kompor Listrik
"Rp80 triliun itu pun harus disubsidi untuk sampai ke masyarakat karena harganya tinggi sekali. Subsidinya antara Rp60 triliun hingga Rp70 triliun," kata Presiden
Sebagai informasi, Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), impor LPG RI dalam satu dekade telah menunjukkan peningkatan tiga kali lipat hingga mencapai 6,34 juta ton pada 2021. Adapun porsi impor LPG pada 2021 telah mencapai 74% dari total kebutuhan.
Jumlah ini meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan porsi impor LPG pada 2011 yang hanya sebesar 46%.
Follow Berita Okezone di Google News