JAKARTA - Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) menyampaikan bahwa saat ini BUMN Pangan sebagai perpanjangan tangan pemerintah terus berupaya meningkatkan stok Cadangan Pangan Pemerintah (CPP).
Kepala NFA Arief Prasetyo Adi mengatakan kalau data yang dihimpun NFA, per 12 Desember 2022 stok CPP paling tinggi adalah beras sekitar 455 ribu ton yang dimiliki Bulog, jumlah tersebut terbagi ke dalam Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sebanyak 249 ribu ton dan beras komersial 206 ribu ton.
Komoditas lainnya setelah beras adalah gula pasir sebanyak 296 ribu ton, yang dimiliki PTPN 263 ribu ton, ID Food 25 ribu ton, dan Bulog 8 ribu ton.
Kemudian daging ruminansia sebanyak 23 ribu ton dan minyak goreng 24 ribu kilo liter.
BACA JUGA:Cegah Krisis, Erick Thohir: BUMN Siap Jadi Pembeli Siaga Pangan
“CPP yang sudah rutin disiapkan adalah beras, selain itu ada juga gula karena BUMN punya kebun dan pabriknya," paparnya.
Arief menegaskan, langkah penguatan CPP ini sejalan dengan arahan Presiden RI yang meminta agar cadangan pangan dihitung dengan baik mengingat ketiadaan cadangan pangan bisa mengganggu stabilitas sosial.
Untuk itu, dia mendorong BUMN Pangan segera masuk dan meningkatkan perannya dalam pengelolaan CPP agar tahun depan tidak lagi terjadi permasalahan yang sama terkait keterbatasan stok CPP.
Lebih lanjut, upaya penguatan CPP ini harus didukung dengan pemanfaatan teknologi rantai dingin yang dapat memperpanjang masa simpan produk.
“Dengan penugasan CPP ini, diperlukan juga teknologi, artinya, kita perlu cold room, kalau kita tidak punya cold room yang banyak, stok pangan yang kita serap tidak bisa bertahan lama,” katanya.
Menurut Arief, saat ini NFA telah menyalurkan sejumlah cold room ke sentra-sentra produksi untuk dikelola oleh Pemerintah Daerah, BUMD, Koperasi, dan BUMN.
“NFA telah mengalokasikan 18 unit fasilitas rantai dingin yang terdiri dari cold storage, air blast freezer, reefer container, dan head pump dryer. Beberapa telah disalurkan ke Pemda, BUMN, BUMD, dan Koperasi di sentra-sentra produksi pangan,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Utama ID Food Frans M. Tambunan pada Raker dan RDP bersama Komisi IV DPR RI, (7/12/2022), mengaku siap bersama-sama NFA memperkuat CPP sebagai instrumen pengendalian harga.
Pasalnya, berdasarkan pengalaman, kondisi naik turun harga sangat tergantung supply-demand dan yang paling penting adalah kepemilikan stok pemerintah, berapa persen pemerintah bisa masuk market share-nya.
“Kami bersama NFA dan Bulog mendukung pelaksanaan CPP. Dalam ekosistem pangan pemerintah kita saat ini baru beras yang menjadi CPP, sehingga kita juga perlu punya metode yang sama dengan beras yang kita lakukan ke bahan pokok penting lainnya,” jelasnya.
Dalam skema penyelenggaraan CPP ini sudah dilakukan pembagian, di mana Bulog akan fokus pada beras, jagung, dan kedelai, sedangkan ID Food akan fokus pada item lainnya seperti bawang merah, bawang putih, cabe merah keriting, cabe rawit merah, daging sapi, ayam, telur, dan gula konsumsi.
Menteri BUMN Erick Thohir pada kesempatan yang berbeda menyampaikan, BUMN siap untuk menjadi pembeli siaga (off taker) bahan-bahan keputuhan pokok pada tahun depan. Sebab, peran BUMN terhadap ketahanan pangan merupakan bentuk antisipasi untuk menekan harga pangan.
Kata Erick, tingginya potensi inflasi pada tahun depan dapat disebabkan oleh dua sumber, yaitu tingginya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan melonjaknya harga pangan.
“Karena itu, BUMN harus membantu Kementerian lain, bagaimana mengintervensi kebutuhan pangan yang naik turun. Tetapi tetap dengan penugasan yang jelas, mana orientasi pasar dan mana penugasan yang memang bukan pasar. Salah satu mekanisme yang didorong adalah bagaimana ada dana besar ditaruh di Himbara dengan bunga rendah, lalu ID Food dapat ditugaskan sebagai market, dan Bulog sebagai stabilisator,” jelasnya.
(Zuhirna Wulan Dilla)