Kendati demikian, Didid menjelaskan kecepatan internet di Indonesia sendiri termasuk yang paling rendah dibandingkan negara ASEAN lainnya, yaitu 34,5 Mbps. Angka tersebut lebih rendah dari Filipina 103,3 Mbps, Malaysia 134,4 Mbps, Thailand 254,1 Mbps, dan Singapura 295,0 Mbps.
Maka dari itu, Didid menilai, pemerintah perlu menghadapi tantangan dalam memperbaiki ekosistem digital Indonesia. Pasalnya, potensi ekonomi digital ini dapat berkontribusi pada pengembangan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Pada kesempatan itu, dia juga mengatakan perdagangan aset kripto dapat menjadi salah satu strategi pemerintah untuk memanfaatkan potensi ekonomi digital ini.
Berdasarkan hasil riset Center of Economics and Law Studies (Celios) yang menunjukan tiga produk investasi utama yang dimiliki oleh mayoritas responden adalah aset kripto sebesar 21,1%, saham 21,7%, dan reksadana 29,8% dengan rata-rata penempatan dana Rp500 ribu sampai Rp1 juta rupiah.
"Perdagangan aset kripto dapat mempercepat, menciptakan, dan mendorong upaya pengembangan ekonomi digital Indonesia pada 2030 mendatang," pungkas Didid.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)