JAKARTA - Fakta APBN 2024 disiapkan lebih awal, inilah prioritas Presiden Jokowi dan Menteri Keuangan Sri Mulyani di akhir masa jabatannya.
Presiden Joko Widodo pun membahas kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal untuk penyusunan APBN 2024 lebih cepat.
"Memang di dalam siklus APBN, kita akan memulai dengan pembahasan sangat awal mengenai bagaimana arah kebijakan makro ekonomi dan kebijakan fiskal untuk tahun depan, yang nantinya semakin dimatangkan di dalam proses penyusunan APBN Kita dan juga akan dipresentasikan dan dikonsultasikan dengan DPR," ujar Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers yang dipantau secara daring di Jakarta, Senin (20/2/2023).
Berikut adalah fakta APBN 2024 yang dirangkum Okezone, Minggu (26/2/2023):
1. Ditekankan untuk lingkungan global yang telah berubah
Pertama di dalam pembahasan hari ini mengenai lingkungan global yang berubah secara sangat luar biasa. Untuk tahun 2023 maupun 2024, tantangan yang terjadi pada hari ini, seperti satu, terjadinya tekanan geopolitik yang meningkat.
Baca Juga: Sri Mulyani: Realisasi Pembiayaan lewat Penerbitan Utang Capai Rp95,6 Triliun
2. Inflasi dunia sangat tinggi
Di mana kedua inflasi dunia yang sangat tinggi yang menyebabkan kenaikan suku bunga global. Serta munculnya atau dibukanya kembali China setelah mengalami lockdown.
"Ini menimbulkan berbagai macam kemungkinan dan juga beberapa tantangan yang harus kita antisipasi. Untuk tahun depan, momentum perekonomian Indonesia yang saat ini cukup kuat akan terus dijaga agar pertumbuhan ekonomi Indonesia yang baik pada tahun 2022 yaitu pertumbuhan di 5,3%, momentumnya masih bisa tetap terjaga untuk tahun 2023 dan 2024," jelas Sri.
3. Sisi permintaan, konsumsi rumah tangga tetap bisa tumbuh di atas 5%
Ini berarti, dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga untuk tetap bisa tumbuh di atas 5%, maka inflasi di Indonesia juga harus dikendalikan.
Baca Juga: Belanja Negara hingga Rp20,8 Triliun, Ini Prioritas Sri Mulyani
Confidence atau keyakinan dari konsumen harus dijaga, dan juga investasi juga momentumnya akan terus diperkuat.
"Kita perlu mengantisipasi kondisi global, yaitu dalam bentuk ekspor yang barangkali mengalami disrupsi karena geopolitik, dan harga komoditas yang mungkin dalam hal ini ketidakpastiannya meningkat karena terjadinya persaingan politik antara negara-negara besar," tegas Sri.