JAKARTA - Dampak dari kasus penganiayaan yang dilakukan oleh anak pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) semakin meluas. Kali ini yang menjadi sorotan adalah tunjangan kinerja (Tukin) Aparatur Sipil Negara (ASN) di DJP yang nilainya lebih besar dibandingkan dengan ASN di kementerian atau lembaga lain.
Terkait dengan hal itu, Staf Khusus Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Yustinus Prastowo menerangkan tukin itu diberikan saat awal pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), salah satu alasannya karena tantangan kenaikan target pajak yang cukup tinggi.
BACA JUGA:Imbas Kasus Rafael Alun, Sri Mulyani: Masyarakat Tak Boleh Dikhianati
"Sehingga supaya itu bisa efektif, tercapai optimal, itu diberi insentif. Jadi itu salah satu sarana pencegahan supaya tidak menimbulkan kongkalikong atau permainan selain untuk semangat bekerja, sehingga bisa mencapai target," katanya saat ditemui di Kantor Kemenkeu, Kamis, 2 Maret 2023 malam.
Dia menyebut bahwa dengan target penerimaan pajak yang semakin tinggi yakni Rp1.700 triliun, menurutnya tukin yang diberikan masih sangat rasional dan mendapatkan justifikasi.
Saat ditanya apakah akan ada evaluasi aturan, dia berujar bahwa itu sepenuhnya merupakan kewenangan presiden.
"Tapi itu background kenapa dulu ada (aturan tukin), dan kami rasa masih punya alasan rasional yang kuat saat ini untuk dipertahankan," imbuhnya.
Menurut Yustinus, Kemenkeu selama dua tahun terakhir juga mampu merealisasikan target penerimaan pajak.
Sehingga dirinya meminta besaran insentif dipandang sebagai hal yang berbeda atau dipisahkan dari permasalahn yang tengah terjadi sekarang.
"Jadi mohon ini tidak dicampuradukkan, kami kembalikan kepada presiden yang berwenang melakukan evaluasi. Dari sisi kami, lebih baik melakukan perbaikan penguatan, sehingga jangka pendeknya tahun ini target pajak bisa kita amankan," pungkasnya.
(Zuhirna Wulan Dilla)