Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Ekonomi Sirkular Ubah Limbah Kayu Jadi Cuan

Wahyudi Aulia Siregar , Jurnalis-Jum'at, 17 Maret 2023 |10:10 WIB
Ekonomi Sirkular Ubah Limbah Kayu Jadi Cuan
Ekonomi Sirkular Ubah Limbah Kayu Jadi Cuan (Foto: Wahyudi/MPI)
A
A
A

Setelah mampu memproduksi serbuk kayu, Okto dan kawan-kawan kemudian mencoba naik kelas. Palet kayu berbahan kayu Jati Belanda yang tergolong berkualitas baik tidak lagi dicacah menjadi serbuk kayu, namun diolah menjadi berbagai jenis furniture. Untuk kegiatan produksi itu, Okto dan kawan-kawan juga dibekali Tambang Martabe dengan pelatihan membuat furniture dari salah satu produsen gerobak kaki lima dari Kota Medan.

"Tahun 2019 kita mulai belajar produksi furniture dan peralatan rumah tangga dari limbah palet kayu ini. Tahun 2020 mulai kita pasarkan. Harganya beragam. Kalau kotak tisu mulai dari Rp20 ribu. Ada juga peralatan rumah yang mulai Rp30 ribu. Kemudian meja kafe itu Rp800 ribu, empat kursi satu meja. Kalau meja makan Rp1,5 juta. Ada sofa itu sampai Rp3 jutaan," sebutnya.

Produk furniture hasil produksi bengkel Koperasi Sarop do Mulana itu diakui Okto cukup diminati. Mereka pun berhasil memasarkan produk mereka di wilayah Tapanuli Selatan dan sekitarnya.

"Paling banyak itu kita pasarkan ke Kota Padangsidempuan. Ada juga sampai ke Medan. Tapi enggak banyak," papar Okto.

 Ekonomi Sirkular

Okto mengaku saat ini masih kesulitan untuk memasarkan produknya ke daerah lain. Berbagai cara pun sudah dilakukan termasuk melakukan pemasaran secara online.

"Kita sudah coba juga jual online di marketplace. Tapi memang belum maksimal. Pembeli terbanyak masih dari daerah sekitar bengkel kita ini," katanya.

Ifan Farianda, Superintendent untuk Pengembangan Ekonomi Masyarakat Lokal di PT Agincourt Resources, mengaku kemitraan mereka dengan Koperasi Sarop do Mulana, berangkat dari kondisi yang ada di tambang.

Pertama kebutuhan akan pupuk untuk tanaman yang mereka gunakan merehabilitasi areal tambang sisa produksi. Mereka kemudian bermitra memproduksi kompos dengan Okto dan kawan-kawan.

Kemudian dalam operasionalnya, Tambang Martabe menghasilkan sekitar ribuan keping palet kayu per bulannya. Palet itu berasal dari barang-barang yang dibeli untuk kebutuhan operasional tambang yang biasanya dikirimkan menggunakan palet kayu. Jumlahnya yang banyak membuat palet kayu itu menggunung di areal tambang.

"Lalu kita berpikir ini palet kayu mau diapakan. Hingga akhirnya kita putuskan melanjutkan kemitraan dengan Sarop do Mulana namun dalam pemanfaatan limbah palet kayu ini. Kita berikan mereka peralatan dan pelatihan. Paletnya kita kasih gratis lalu hasil olahannya berupa sawdust kita beli. Sebulannya kita bisa pasok 1.063 pieces palet ke mereka. Kalau serbuk kayu yang kita beli tergantung kebutuhan kita. Tapi mereka juga bisa menjual ke pihak lain," jelasnya.

"Awalnya hanya beberapa orang mereka, saat ini sudah ada 6 orang anggota koperasi dan 8 orang pekerja di Koperasi Sarop do Mulana. Semuanya orang lokal dari sekitaran Batangtoru. Masyarakat lingkar tambang kita," tambahnya.

Menurut Ifan, Tambang Martabe akan terus meningkatkan kemitraan dengan seluruh kelompok masyarakat di areal lingkar tambang mereka, termasuk dengan Koperasi Sarop do Mulana.

Selain untuk mendorong operasional tambang berkelanjutan dengan penerapan ekonomi sirkular, pendampingan akan terus dilakukan hingga Okto dan kawan-kawan menjadi kelompok mandiri dan berkelanjutan.

Halaman:
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement