JAKARTA - PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) berhasil menorehkan kinerja positif di 2022. Di mana GIAA meraup laba bersih sebesar USD3,73 miliar atau setara dengan Rp55,9 triliun. (Rp14.968,65/USD)
Dikutip Harian Neraca, tahun sebelumnya, perusahaan membukukan rugi bersih sebesar USD4,16 miliar atau sekitar Rp62 triliun.
BACA JUGA:
Dari segi pendapatan, Garuda mencatatkan pendapatan usaha sebesar USD2,1 miliar. Jumlah ini naik 57% dari pencapaian tahun sebelumnya, yakni USD1,33 miliar.
Secara perinci, pendapatan usaha yang berasal dari penerbangan berjadwal naik 62,3% menjadi USD1,68 miliar. Selain itu, pendapatan dari penerbangan tidak berjadwal juga mencatatkan kenaikan signifikan 98,5%, dari USD88,05 juta menjadi USD174,81 juta.
BACA JUGA:
Selain kenaikan pendapatan usaha yang signifikan, kinerja Garuda Indonesia sepanjang 2022 juga diuntungkan adanya restrukturisasi utang.
Sepanjang tahun lalu, perusahaan mendapatkan pendapatan dari restrukturisasi utang sebesar USD2,85 miliar, serta keuntungan dari restrukturisasi pembayaran sebesar USD1,38 miliar.
Tak hanya itu, sepanjang 2022 Garuda Indonesia juga mencatatkan keuntungan dari selisih kurs sebesar USD124,02 juta. Jumlah ini melonjak 460,7% dari tahun sebelumnya, yang sebesar USD22,11 juta.
Adanya lonjakan pendapatan, serta keuntungan dari restrukturisasi serta selisih kurs ini terbukti membantu kinerja perusahaan.
Sebab, dari sisi beban usaha, Garuda Indonesia hanya mencatatkan sedikit penurunan, yakni 3,43% menjadi USD2,51 miliar. Seperti diketahui, pada akhir tahun lalu PT Garuda Indonesia Tbk resmi merampungkan proses restrukturisasi yang terus diintensifkan sejak akhir 2021.
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan,bahwa paket langkah strategis demi memenuhi kewajiban perjanjian perdamaian Garuda Indonesia telah terpenuhi secara lengkap.
Dengan demikian, Garuda siap mengimplementasikan Perjanjian Perdamaian secara efektif mulai 1 Januari 2023.
Paket persyaratan homologasi perjanjian damai Garuda itu antara lain penerbitan surat utang baru dan surat utang berbasis syariah atau Sukuk pada 28 dan 29 Desember 2022.
Sebelumnya, langkah strategis yang juga telah dipenuhi adalah realisasi Dana Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp7,5 triliun.
Kemudian, penerbitan saham baru atau right issue dengan memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD), selanjutnya Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD).
Erick mengatakan, pencapaian langkah-langkah strategis itu merupakan bagian dari restrukturisasi terbesar dan terkompleks dalam sejarah korporasi Indonesia.
(Zuhirna Wulan Dilla)