JAKARTA - Harga minyak menurutn di akhir perdagangan Rabu, karena inflasi yang persisten di Eropa meredam sentimen di tengah penguatan dolar AS menyusul kekhawatiran kenaikan suku bunga AS. Hal ini pun dapat mengekang permintaan energi di konsumen utama dunia.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei turun USD1,70 atau 2,10% menjadi USD79,16 per barel di New York Mercantile Exchange. Minyak mentah Brent untuk pengiriman Juni turun USD1,65 atau 1,65% menjadi USD83,12 per barel di London ICE Futures Exchange.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Eurostat, kantor statistik Uni Eropa, indeks harmonisasi harga konsumen zona euro pada Maret tumbuh 0,9% bulan ke bulan, lebih tinggi dari kenaikan 0,8% di bulan sebelumnya.
Indeks harga konsumen Inggris pada Maret meningkat 10,1% tahun ke tahun, lebih tinggi dari konsensus perkiraan pasar sebesar 9,8%.
Menurut perusahaan konsultan energi AS Ritterbusch & Associates, inflasi panas dari Eropa dan penguatan dolar AS membebani aset-aset berisiko, dengan harga acuan minyak mentah membukukan posisi terendah.
Dolar AS yang lebih kuat juga dapat merusak permintaan global minyak karena membuatnya lebih mahal di negara lain. Investor juga kecewa dengan inflasi yang masih tinggi di Eropa dan data ekonomi yang tidak merata di China, importir minyak mentah terbesar dunia.
"Harga acuan minyak mentah membukukan penurunan sebagai respons terhadap penguatan dolar AS yang pada gilirannya membebani aset-aset berisiko menyusul beberapa data inflasi panas dari Eropa," kata Analis Ritterbusch and Associates, dikutip dari Antara, Kamis (20/4/2023).
"Kami masih percaya bahwa pasar terlalu fokus pada sisi penawaran dari penyamaan minyak global setelah pengurangan produksi OPEC dan permintaan minyak dunia secara signifikan lebih lemah daripada yang dirasakan secara luas," kata catatan itu.