Mengingat rendahnya porsi kepemilikan asing pada obligasi pemerintah yakni kurang dari 20% dari total obligasi pemerintah, dampak kenaikan FFR di pasar keuangan Indonesia mungkin akan terbatas. Namun di sisi lain, jika FFR terus mengalami kenaikan, maka banyak bank sentral di negara berkembang, termasuk Bank Indonesia (BI), terpaksa harus menerapkan skenario serupa dengan menaikkan suku bunga domestik untuk menjaga spread dengan FFR.
"Prosedur ini berpotensi menghambat kinerja perekonomian domestik secara umum di era pemulihan pasca pandemi," tambahnya.
Terlepas dari itu, BI menganggap spread atau perbedaan suku bunga saat ini sudah cukup memadai sehingga sejak kolapsnya SVB sampai saat ini, suku bunga kebijakan masih tidak berubah. "Dengan demikian, sejauh ini tidak ada dampak ekonomi domestik lanjutkan yang diamati akan datang dari jalur ini," pungkas Riefky.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)