Permintaan terhadap apartemen naik sebesar 15% secara kuartalan dan 3% secara tahunan pada kuartal pertama 2023 ini. Kenaikan permintaan terhadap apartemen di DKI Jakarta justru lebih tinggi dibandingkan permintaan terhadap rumah tapak yaitu sebesar 13% secara kuartalan dan minus 14% secara tahunan.
Marine mengatakan bahwa adanya kenaikan permintaan terhadap apartemen tersebut didorong oleh berbagai faktor pendukung. Salah satunya adalah payung hukum di Indonesia kini semakin baik melindungi hak-hak pembeli hunian vertikal.
Aturan hukum yang mengatur hunian vertikal diantaranya adalah Undang-undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun dan Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Rumah Susun.
"Aturan hukum lainnya adalah skema di mana bentuknya tidak harus hak kepemilikan yaitu dengan Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung (SKBG) Satuan Rumah Susun (Sarusun) sehingga masyarakat bisa tinggal di hunian tersebut dalam jangka waktu yang cukup panjang dan dengan biaya yang terjangkau," kata Marine.
SKBG Sarusun merupakan sebuah konstruksi hukum baru tentang bukti kepemilikan unit hunian berupa rumah susun yang diperuntukkan khusus bagi MBR. Rumah susun tersebut dibangun dengan peran dan partisipasi pihak pelaku pembangunan yang melakukan sewa atas tanah yang dimiliki oleh pemerintah baik berupa Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D) dengan jangka waktu sewa selama 60 tahun.
SKBG merupakan status kepemilikan yang telah diperkenalkan sejak 2021 dengan tujuan memberi kepastian hak kepemilikan unit rusun dengan jangka waktu hingga 60 tahun. Selain itu sejak 2019 transaksi pembelian rusun melalui proses inden (under construction) harus mencantumkan dengan jelas waktu serah terima dan klausul pengembalian dana dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB).
Selain untuk pencari hunian dari dalam negeri, Marine juga menekankan pentingnya pelaku bisnis properti untuk melihat peluang dari pangsa luar negeri.
Belum lama ini, Pemerintah Singapura menaikkan bea pembelian properti bagi asing hingga 60%, dari tarif sebelumnya sebesar 30%. Kenaikan additional buyer's stamp duty (ABSD) pembelian properti di Singapura harus disambut positif sebagai peluang industri properti tanah air untuk menjadi tujuan alternatif investasi properti.
"Dinamika perubahan tarif bea properti di luar negeri merupakan kesempatan besar bagi Indonesia menggaet pembeli asing. Pemerintah bisa lebih aktif mensosialisasikan kemudahan dan kepastian hukum bagi investor properti dari luar negeri yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja. Geliat pembangunan infrastuktur juga membuka berbagai peluang baru dalam bidang properti," tukasnya.
(Zuhirna Wulan Dilla)