Darmawan merinci, PLN membutuhkan biaya investasi Rp25 - Rp45 juta per pelanggan. Besaran investasi ini memang tidak feasible secara bisnis komersial, namun dengan dukungan pemerintah, PLN tetap mengupayakan pembangunan listrik desa ini.
“Kami menyampaikan terima kasih kepada pemerintah yang telah memberikan penyertaan modal negara (PMN), di mana penyertaan tersebut digunakan untuk menghadirkan listrik bagi saudara-saudara kita yang berada di daerah 3T,” tambah Darmawan.
Upaya untuk mengejar target ini PLN melakukan langkah agresif dalam pembangunan infrastruktur. PLN juga melakukan transformasi dalam menjalankan program listrik desa agar capaiannya semakin terakselerasi.
Melalui transformasi listrik desa, PLN melakukan pemetaan program yang lebih komprehensif. Dulu, pemetaan daerah-daerah yang belum terlistriki masih dilakukan unit-unit PLN secara manual dengan menggunakan tools yang beragam. Monitoringnya pun masih dilakukan melalui pengumpulan data melalui survey lokasi langsung yang menghabiskan waktu dan terfragmentasi.
Kini dengan transformasi digital, sistem perencanaan listrik desa dibangun dengan berbasis digital melalui Geographic Information System (GIS). PLN mampu menyediakan sistem perencanaan yang jauh lebih komprehensif. Pemetaan lokasi secara digital mampu menghitung jarak, ketinggian dan data-data lain yang digunakan untuk menyajikan data proyeksi kebutuhan infrastruktur kelistrikan desa.
Dengan digitalisasi ini, PLN mampu menyusun perencanaan pembangunan desa dengan lebih cepat dan akurat. Seluruh unit PLN kini memiliki tools pemetaan potensi listrik desa yang seragam, unified dan dapat dimonitor secara real time.
“Dengan transformasi ini, komitmen kami untuk melistriki seluruh pelosok negeri bisa diakselerasi. Setiap warga negara di republik ini berhak mendapatkan akses listrik yang berkeadilan. Nobody left behind,” kata Darmawan.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)