Tidak hanya dekorasi meja makan, tetapi Henny juga membuat jeans dengan motif batik kualitas ekspor. Begitu juga dengan tas batik dengan motif daun Monstera yang sangat diminati pembeli asing. "Ini sangat disukai di Hong Kong," ujarnya.
Henny menjelaskan, bahwa produk batik yang dijualnya adalah hasil karya 150-an UMKM hasil binaan Rolupat. Awalnya Henny berusaha meneruskan usaha batik milik kedua orangtuanya. Setelah berhasil, Henny melihat banyak pembatik di sekelilingnya yang mengalami fase mati suri.
Henny pun tergugah. Dia berinisiatif melatih hingga mengkurasi produk batik, baik dari corak, warna, motif hingga pola.
Dari sekitar 100-an UMKM yang dibina, akhirnya mendapatkan 35 UMKM yang produktif. Setelah melalui proses kualitas kontrol yang konsisten, 35 UMKM binaan Rolupat mampu berproduksi dan digemari market, karena modelnya bervariatif tidak terpaku pada pakem batik kuno.
Selain fokus pada kualitas produk, Henny pun juga menyokong pendanaan para UMKM. Sehingga mereka bisa memproduksi tanpa harus takut tidak ada modal dan kepastian terbeli. "Jadi sistemnya beli putus," imbuhnya.
Ketika Henny menjajakan produk dan ada pembeli, maka dia akan memesan ke UMKM binaan dengan membelinya terlebih dahulu sehingga pelaku UMKM binaanya mampu berproduksi secara maksimal.
Henny mengaku mendapat modal awal untuk melakukan pembinaan UMKM dengan sistem Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Bank BRI sebesar Rp3 miliar dengan jaminan pabrik konveksi miliknya. Kini, pinjaman KUR itu sudah lunas. Bahkan Henny kembali memanfaatkan fasilitas KUR dari BRI dengan nilai yang lebih besar lagi.
"Saya pilih BRI karena bunganya paling kecil. Saya sudah hitung itu, Bank BRI bunganya cuma 3 persen. Jadi memang pas buat dunia usaha," ujar ibu tiga anak ini.