JAKARTA – Arkeolog Candrian Attahiyat menyebut bahwa Indonesia adalah negerinya harta karun. Namun dalam mendapatkan harta nyatanya memang tidak semudah kelihatannya.
Bukan saja soal proses pencarian hingga pengambilannya, melainkan soal regulasi ketat di belakangnya yang mengatur.
Candrian berkata alih-alih menjadikan harta karun tersebut sebagai barang dagangan, harta karun harus diprioritaskan sebagai cagar budaya.
"Meski memang untuk menetapkannya sebagai cagar budaya masih harus melalui sejumlah tahapan lagi,” ujar Arkeolog dari UI tersebut.
Walau demikian, Candrian menambahkan bahwa fakta di lapangannya juga tidak melulu seperti itu.
"Kadang ada seribu benda yang sama, tidak semuanya ditetapkan sebagai cagar budaya, hanya yang mewakili saja," ujarnya.
Sebagai wilayah dengan 17 ribu pulau, Indonesia merupakan negara maritim yang telah menjadi persilangan lalu lintas kapal-kapal yang menghubungkan benua barat dan timur.
Otomatis laut Indonesia dulunya memiliki aktivitas pelayaran yang terpadat di dunia.
Menurut Candrian, aktivitas pelayaran itulah yang salah satunya menyebabkan banyak kapal karam di Indonesia.
"Sejarah pelayaran untuk perdagangan itu identik dengan karam, entah karena kecelakaan atau perang," kata Candrian.
UNESCO sendiri mencatatkan setidaknya terdapat 3 juta kapal yang karam di Asia Tenggara dan diperkiraan lokasinya sebagian besar berada di wilayah perairan Indonesia.
Sementara dikabarkan terdapat 30 ribu kapal asal China sepanjang abad 10-20 yang tidak pernah kembali dari Indonesia.
Banyaknya kapal karam di Indonesia ini sejatinya tidak serta merta membuat pekerjaan perusahaan pengangkatan Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) menjadi mudah. Terdapat sejumlah prosedur dan ketentuan yang mesti dipenuhi terlebih dahulu sebelum kemudian harta karun boleh diambil.
Presiden Direktur Cosmix Asia, Harry Satrio, mengatakan perlu adanya kesabaran, ketelitian dan rasa awas yang cukup untuk bisa sukses mengangkat harta karun.
Lebih jauh lagi, Harry juga menerangkan bahwa harta karun umumnya baru diketahui dari laporan yang didapat dari para nelayan. Dari situ pihak pengekskavasi perlu melakukan survei pengecekan area.
Namun yang perlu digaris bawahi, pihak manapun yang bertanggung jawab melakukan survei tersebut perlu mendapat izin dari pemerintah setempat terlebih dahulu.
Ketentuan soal perizinan itu tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2014. Singkatnya salah satu sub bab Permen tersebut mengatur perihal skema perizinan yang mengacu pada jarak lokasi survey dengan garis pantai.
Untuk jarak kurang dari 4 mil dari garis pantai, izin dikeluarkan oleh wali kota atau bupati. Sedangkan jarak 4-12 mil dari garis pantai, izin dikeluarkan oleh gubernur. Sementara yang berada lebih dari 12 mil dari garis pantai, izin mesti diperoleh dari Menteri Kelautan dan Perikanan.
Setelah melewati proses perizinan tersebut, perusahaan pengangkatan BMKT perlu melalui masa pengambilan harta karun yang cenderung lama.
"Dalam setahun, maksimal bisa mengangkat 50 persen saja karena sangat bergantung pada kondisi alam dan cuaca," ungkap Harry.
Dia menjelaskan barang-barang yang baru diangkut tersebut tidak bisa langsung dilelang, lantaran salinitasnya yang tinggi menyebabkan kondisinya kebanyakan sudah sangat rentan dan mudah pecah. Sehingga mereka perlu melakukan perendaman dengan air tawar selama 2 bulan, seraya mengganti airnya setiap satu minggu sekali.
Harry mengungkapkan biaya yang dikeluarkan untuk mengangkut harta karun ini memakan biaya yang tidak sedikit. Satu orang penyelam saja biayanya bisa mencapai Rp1 juta dalam sehari.
"Upah seorang penyelam saja mencapai Rp500 ribu-Rp 1 juta per hari, dikalikan selama misi berjalan, dua tahun misalnya. Belum kebutuhan operasional yang lain," kata dia.
Jika dikalkulasikan, seluruh rangkaian proses pengangkutan harta karun dari awal hingga akhir perlu mengeluarkan biaya operasi sekitar Rp66 miliar—Rp1 triliun dengan memakan waktu hingga 6 tahun.
(Feby Novalius)