JAKARTA - Pasar properti China semakin mengerikan. Pasalnya banyak perusahaan-perusahaan properti yang diambang kebangkrutan.
Pertama Evergrande dengan utang hingga USD300 miliar atau lebih dari Rp4.500 triliun. Besaran utang tersebut membuat perusahaan properti raksasa itu mengajukan perlindungan kebangkrutan di Amerika Serikat (AS).
Tak hanya Evergrande, sejumlah perusahaan besar di pasar properti China kini sedang berjuang untuk mengumpulkan uang untuk menyelesaikan proyek-proyek pembangunan yang tengah berjalan.
Pekan lalu, perusahaan properti raksasa China lainnya, Country Garden, memperingatkan bahwa mereka juga menghadapi potensi kerugian hingga USD7,6 miliar selama enam bulan pertama tahun ini.
"Kunci dalam masalah ini adalah menyelesaikan proyek yang belum selesai karena setidaknya itu akan membuat sebagian dari pembiayaan mengalir," tulis Perusahaan Riset Ekonomi Moody's Analytics, Steven Cochrane, dikutip dari BBC Indonesia, Sabtu (19/8/2023).
Dia menambahkan, bahwa banyak rumah telah dijual sebelum dibangun tetapi jika konstruksi berhenti, pembeli tidak lagi perlu membayar hipotek.
Maka pembiayaan lebih besar dibebankan pada keuangan perusahaan pengembang properti.
Awal bulan ini, pemerintah China mengatakan bahwa ekonomi China telah masuk ke dalam deflasi karena harga konsumen menurun pada Juli untuk pertama kalinya dalam lebih dari dua tahun.
Pertumbuhan ekonomi yang lemah berarti China tidak mengalami kenaikan harga barang seperti yang mengguncangkan banyak negara lain dan mendorong para bank sentral negara-negara tersebut untuk secara tajam meningkatkan biaya pinjaman.