JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengaku harga Bahan Bakar Minyak (BBM) hasil campuran Pertalite dan Etanol lebih mahal.
Maka itu pangsa pasar jenis bahan bakar ini hanya menyasar kalangan menengah atas alias orang kaya.
Hal ini sejalan dengan rencana PT Pertamina (Persero) yang akan menggantikan produk BBM jenis Pertalite dengan Pertamax Green 92. Proses ini dilakukan dengan cara mencampurkan Pertalite dengan Etanol.
Meski mahal, Erick memastikan Pertamax Green 92 menjadi aksi nyata untuk mengatasi polusi di DKI Jakarta dan beberapa wilaya di Indonesia.
"Kan sudah diomongin sama Menteri ESDM, Pertamina juga sudah bicara. Kan waktu itu Pertamina bilang ini polusi. Kalau di negara lain ketika kendaraan masih dipakai, untuk mengurangi polusinya memakai apa? Biofuel, betul nggak? Kan itu. Kayak di Brazil, campuran bioetanol-nya itu masuk. Tapi kan harganya lebih mahal," ujar Erick saat ditemui wartawan, dikutip Selasa (5/9/2024).
Upaya Pertamina meningkatkan kadar oktan Pertalite menjadi Pertamax Green 92 diyakini bisa menekan emisi, lantaran dapat menghasilkan bahan bakar dengan RON lebih tinggi.
Adapun targetkan Pertamax Green 92 bisa produksi pada tahun depan. Saat ini BUMN minyak dan gas bumi (migas) masih melakukan kajian mendalam, setelah itu akan diusulkan kepada pemerintah.
Di lain sisi, Erick menyebut pemerintah akan mengalami kesulitan, bila semua jenis BBM disubsidi negara.
"Nah kembali, kalau semuanya harus disubsidi, mungkin pemerintah sulit," katanya.
Dia memastikan pemerintah tidak akan memberikan subsidi untuk bahan bakar yang digunakan masyarakat kelas menengah atas. Namun, produk yang menyasar atau dikonsumsi oleh masyarakat dengan ekonomi kelas menengah ke bawah tetap mendapat kompensasi pemerintah.
"Nah kalau yang bioethanol kan memang targetnya beda, middle up. Yang gak mampu tetap disubsidi. Yang middle up, yang pakai mobil mewah masa harus terus disubsidi? Harus ada kerja sama orang yang mampu untuk membantu orang yang kurang mampu," ucap dia.
(Taufik Fajar)