JAKARTA - Kontroversi mencuat ketika The Jerusalem Post, sebuah media Israel, menyebut Indonesia bukan negara modern. Perdebatan ini dipicu oleh sikap Indonesia terhadap partisipasi Israel dalam ajang sepak bola FIFA.
Pada Rabu, (29/3/2023), FIFA secara resmi mencabut hak Indonesia sebagai tuan rumah turnamen internasional ini karena keberatan Indonesia terhadap partisipasi Israel. Israel termasuk dalam 24 negara yang lolos ke turnamen prestisius tersebut.
Reaksi keras datang dari The Jerusalem Post yang mempertanyakan kelayakan Indonesia sebagai negara modern. "Indonesia dianggap sebagai negara terbelakang yang masih terjerat prasangka anti-Israel," seperti yang diberitakan pada Senin (3/4//2023) di portal berita Jpost.
Keberatan Indonesia terhadap partisipasi atlet Israel bukan hal baru. Bahkan pada tahun 1958, Indonesia, bersama dengan Turki dan Sudan, memilih untuk tidak ikut dalam babak kualifikasi Piala Dunia demi menghindari pertandingan melawan Israel.
Perlu dicatat bahwa saat ini, Turki dan Sudan telah membina hubungan dengan Israel, sementara Indonesia masih mempertahankan posisi beku terhadap negara Yahudi tersebut, seperti yang terjadi selama 65 tahun terakhir.
Antipati Indonesia terhadap Israel terlihat mempengaruhi kebijakan olahraga dan politiknya. Keputusan untuk tidak menjadi tuan rumah turnamen ini juga berpotensi merugikan secara ekonomi, mengingat akan berdampak pada pemasukan signifikan bagi perekonomian lokal.
Sikap keras terhadap Israel juga dapat dimaknai sebagai strategi populis di negara dengan mayoritas penduduk Muslim yang bersimpati kepada Palestina. Posisi anti-Israel menjadi alat politik penting, bahkan dalam arena politik presiden, di mana kandidat-kandidat terkemuka bersaing untuk menunjukkan sikap pro-Palestina.
Sayangnya, hal ini membawa Indonesia ke dalam konflik diplomasi yang lebih luas. Indonesia telah lama dianggap sebagai kandidat potensial untuk bergabung dengan Abraham Accords dan membuka hubungan diplomatik formal dengan Israel, namun masih terkendala oleh sikap anti-Israel yang dipegang teguh.
Dalam mengatasi kontroversi ini, diharapkan dialog dan dialog terbuka dapat membantu Indonesia mengevaluasi kebijakan luar negerinya dan mencari solusi yang mendorong kerja sama antarnegara untuk mewujudkan perdamaian dan stabilitas di kawasan.
Baca Selengkapnya: Media Israel Sebut Indonesia Bukan Negara Modern, Ternyata Ini Biang Keroknya
(Taufik Fajar)