"Kami minta PT Pertamina menjamin ketersediaan gas bersubsidi secara merata sampai ke daerah pelosok terluar dan terpencil. Karena pengguna gas bersubsidi adalah rakyat kecil. Kepentingan mereka justru yang harus diprioritaskan," jelas Yerry yang juga merupakan Caleg DPR RI Dapil Sulawesi Utara ini.
Sebenarnya, lanjut Yerry, gas non-subsidi tidak perlu turun harganya. Karena pangsa pasar penggunanya adalah masyarakat kelas menengah yang mampu membeli sekalipun harganya tidak diturunkan. Yang justru harus diturunkan harganya adalah LPG bersubsidi.
"Jika saja PT Pertamina sebagai kepanjangan tangan negara lebih peduli pada rakyat kecil, maka pasti yang mereka turunkan harganya itu LPG bersubsidi, bukan yang non-subsidi," pungkas Yerry.
Sebelumnya, Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting mengatakan penyesuaian harga LPG dilakukan setelah melakukan evaluasi pada tren CPA pada periode November 2023.
Di mana harga satuan Rupiah per Kilogram (Rp/Kg) mengalami penurunan sebagai dampak melemahnya nilai tukar mata uang dollar AS terhadap rupiah.
"Melihat tren tersebut, Pertamina Patra Niaga memutuskan untuk melakukan evaluasi dan penyesuaian harga seluruh produk LPG Non Subsidi yakni seluruh varian Bright Gas dan Elpiji berlaku per 22 November 2023," terang Irto dalam keterangan resminya, Jumat (24/11/2023).
Dikatakannya, untuk produk Bright Gas 5,5 Kg terdapat penyesuaian harga menjadi Rp90.000 per tabung turun Rp6.000, Bright Gas 12 Kg dan Elpiji 12 Kg disesuaikan menjadi Rp192.000 per tabung atau turun sebesar Rp12.000 per tabungnya.
Adapun harga ini berlaku untuk Pulau Jawa di tingkat penyalur agen resmi Pertamina, harga per tabung untuk agen di wilayah lainnya akan disesuaikan mengacu kepada harga di Pulau Jawa.
(Taufik Fajar)