JAKARTA – Utang Indonesia per 30 November 2023 tercatat sebesar Rp8.041,01 triliun atau setara dengan 38,11% dari GDP.
Jumlah utang tersebut masih berada di bawah ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, yakni sebesar 60%.
“Rasio utang terhadap GDP cenderung turun bila dibanding dengan tahun lalu, dimana pada akhir tahun 2022 sebesar 39,70% dari GDP,” Direktur Surat Utang Negara, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Deni Ridwan.
Okezone telah merangkum tujuh fakta utang negara tembus Rp8.041 triliun, Minggu (7/1/2024):
1. Utang Pemerintah Masih Terkendali
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat pinjaman pemerintah, baik dari dalam maupun luar negeri, masih berada di posisi aman dan wajar.
“Sejauh ini, pinjaman pemerintah masih terkendali,” kata Direktur Pinjaman dan Hibah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Dian Lestari.
2. Komposisi Utang Pemerintah
Direktur Pinjaman dan Hibah, DJPPR Kemenkeu Dian Lestari mengatakan, bahwa utang pemerintah didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp7.048,9 triliun atau 88,61% dari total utang dan Pinjaman sebesar Rp916,03 triliun 11,39% dari total utang.
Khusus utang melalui Pinjaman terdiri dari pinjaman luar negeri sebesar Rp8886,07 triliun dan pinjaman dalam negeri sebesar Rp29,97 triliun.
Sementara, pada pinjaman luar negeri paling banyak berasal dari pinjaman multilateral Rp540,02 triliun kemudian pinjaman bilateral Rp268,57 triliun.
3. Utang Pemerintah untuk Proyek Prioritas Nasional
Direktur Pinjaman dan Hibah, DJPPR Kemenkeu Dian Lestari menjelaskan, pinjaman dibutuhkan untuk memenuhi pembiayaan defisit APBN, serta membiayai proyek-proyek prioritas secara langsung.
“Pemerintah terus berupaya agar proyek-proyek yang dibiayai melalui pinjaman dapat terlaksana secara optimal, sehingga manfaat yang diperoleh masyarakat dapat maksimal,” ujarnya.
Lanjutnya, sejauh ini sudah banyak proyek prioritas nasional yang dibiayai melalui pinjaman. Di antaranya, pembangunan infrastruktur jalan tol Cisumdawu, jalan tol Medan-Kualanamu, jalan tol Solo-Kertosono, pembangunan Pelabuhan Patimban, dan MRT Jakarta.
Ada pula proyek pembangunan untuk institusi pendidikan, yakni pembangunan ITB, pembangunan UGM, dan pengembangan UIN Sunan Ampel. Juga proyek-proyek untuk fasilitas kesehatan, seperti pembangunan RS Universitas Indonesia, RSAU Sutomo Pontianak, dan RSPAL Ramelan.
Pengembangan fasilitas kelistrikan seperti PLTPB Ulubelu dan PLTA Asahan III, program pengembangan pertanian dan pedesaan Read Programme, dan fasilitas air bersih masyarakat melalui Pamsimas II.
4. Utang Pemerintah Tak Dibagi per Kepala
Kementerian Keuangan menyatakan bahwa penghitungan utang pemerintah tidak sama dengan membagi rata total utang dengan jumlah penduduk Indonesia. Hal itu tidak dikenal dalam kaidah perhitungan utang secara internasional.
"Jadi, dalam pengelolaan keuangan negara, tidak dikenal utang dibagi per kepala," kata Direktur Surat Utang Negara, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Deni Ridwan.
5. Perbandingan Utang dengan Negara Lain
Apabila dibandingkan dengan negara lain, utang Indonesia juga tergolong lebih rendah, seperti, Malaysia 60,4%, Filipina 60,9%, Thailand 60,96%, Argentina 85%, Brazil 72,87%, dan Afrika Selatan 67,4%.
"Karena itu, kondisi utang Indonesia dipastikan masih aman, dan dikelola dengan hati-hati," kata Direktur Surat Utang Negara, DJPPR Kementerian Keuangan Deni Ridwan.
6. Strategi Kemenkeu dalam Kelola Utang
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPRR) Kemenkeu memiliki strategi untuk menjaga agar pengelolaan utang Indonesia semakin baik. Diantaranya dengan mengurangi volume utang, memprioritaskan utang domestik dalam bentuk Rupiah, dan menjaga agar tenor utang semakin panjang.
"Terakhir adalah mendorong SBN ritel untuk individu. Sehingga masyarakat punya opsi lebih untuk berinvestasi dengan imbal hasil yang baik dan aman, sekaligus berkontribusi pada pembangunan," Deni Ridwan.
7. Dampak Utang Terhadap Pembangunan Negara
Direktur Pinjaman dan Hibah, DJPPR Kemenkeu Dian Lestari mengatakan, proyek-proyek pembangunan yang dibiayai melalui pinjaman tersebut telah memberikan dampak positif pada masyarakat, terutama dalam menggerakkan ekonomi di daerah.
"Sebagai contoh, pembangunan jalan tol itu dapat memperkuat konektivitas antar daerah sehingga akan mempercepat jalur distribusi. Hal ini akan merangsang pertumbuhan perekonomian di daerah-daerah sekitarnya," jelasnya.
Kemudian menurutnya, salah satu manfaat dari pembangunan proyek-proyek yang dibiayai pinjaman luar negeri pada umumnya didukung dengan teknologi terkini, sehingga dapat diperoleh transfer teknologi bagi industri dalam negeri.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)