Di samping itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengingatkan untuk harus berhati-hati dan waspada. Sri menyebut persoalan yang perlu dilihat adalah masalah fundamental, fragmentasi, dan geopolitik.
"Persoalan yang barangkali kita perlu lihat, lebih ke masalah fundamental, seperti aging di China itu kan tidak bisa di-reserve dengan policy immediately, kalau masalah properti dan NPL itu juga tidak bisa kalau dilakukan restructuring, tidak akan bisa immediately memberikan pengaruh terhadap growth. Jadi ini masalah fundamental," jelas Menkeu.
Lalu, masalah fragmentasi dan geopolitik kemungkinan menyebabkan perekonomian yang sangat terglobalisasi. Investasi dan perdagangan yang tadinya bisa berlalu lalang dan menimbulkan mesin pertumbuhan, kini menjadi semakin terfragmentasi.
Tantangan lain juga disebutkan oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung, bahwa tugas Indonesia adalah bagaimana tetap mengendalikan harga-harga bahan pangan supaya tetap stabil di 2024.
Sementara itu, dalam menghadapi tantangan yang kemungkinan bakal terjadi, OJK berkomitmen untuk fokus pada pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2024.
“Dari pada terus membicarakan tantangan, lebih baik fokus pada motor pertumbuhan ekonomi dan investasi. Serta, membangun sinergi dan strategi ke arah sana,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar.
Lanjutnya, OJK mendorong Lembaga LJK untuk terus memonitor potensi risiko, termasuk melakukan stress test ketahanan terhadap gejolak pasar, serta melakukan strategi mitigasi risiko dalam rangka menjaga ketahanan permodalan dan likuiditas.
Ekonom Senior Chatib Basri menambahkan, terkait beberapa hal yang perlu diantisipasi dari kondisi global. Salah satunya, terdapat kesepakatan di pasar bahwa kemungkinan di paruh kedua 2024 ada ruang untuk The Fed menurunkan tingkat suku bunga.
“Tapi di sisi lain, saya ingin mengingatkan bahwa defisit angaran di Amerika itu mencapai 9%. Dan kalau probabilitas dari resesi Amerika menurun, maka implikasinya adalah perusahaan di Amerika itu akan mulai melakukan ekspansi. Artinya, permintaan terhadap Dolar Amerika Serikat itu akan mengalami penurunan,” ujar Chatib Basri.
Kemudian, dirinya menyebut, bahwa apabila tren pasar seperti itu, pemerintah dan Bank Indonesia perlu mengantisipasi seandainya terjadi excess supply.
“Kedua, soal China. China mungkin akan tumbuh sekitar 4,5% di tahun depan. Kalau sensitivity analisisnya kalau pertumbuhan ekonomi China naik 1,1%, maka Indonesia akan turun 0,3%. Jadi, kalau dia sekarang di 5,3 turun ke 4,5 mungkin impact-nya ke ekonomi Indonesia sekitar 0,2%,” tutur Chatib.
Menurut Chatib, tantangan ketiga yang tidak bisa diprediksi adalah konflik Hamas dengan Israel. Akan tetapi, sejauh ini harga minyak masih terkontrol. Namun, tidak pernah diketahui akan berlangsung sejauh mana.
“Ke empat, dari sisi global mengenai El Nino. Ini dampak dari kenaikan harga beras yang signifikan,” lanjutnya.
Menurut Ekonom Senior itu, berbagai program bantuan yang diberikan untuk masyarakat seperti bantuan pangan dan bantuan tunai dirasa sudah mampu mengantisipasi kondisi-kondisi yang telah dia sebutkan
(Taufik Fajar)