JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemariiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan rencana kenaikan pajak mobil dan motor konvensional.
Menyikapi rencana tersebut, Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengatakan, sebelum wacana itu diberlakukan, penting bagi pemerintah lebih dulu melihat aspek keadilan. Sebab akan menjadi tidak adil apabila pajak ini dikenakan kepada masyarakat yang tidak memiliki opsi lain selain menggunakan transportasi pribadi lantaran di tempat tinggalnya belum tersedia sistem transportasi publik yang terintegrasi.
"Jadi hemat saya sebenarnya pengenaan pajak BBM ini idealnya diberlakukan ketika sistem transportasi publik di suatu daerah itu sudah terbangun secara baik dan terintegrasi satu sama lain," jelasnya ketika dihubungi MNC Portal Indonesia, Jumat (19/1/2024).
Yusuf menilai, karena kondisi transportasi publik antara satu daerah dengan daerah yang lain ini berbeda maka seharusnya penerapan pajak untuk BBM ini diberikan ke daerah. Sehingga daerah yang kemudian akan memungut dan berkoordinasi antar pemerintah pusat dan daerah yang kemudian akan dijalankan dalam penggunaan pajak tersebut.
"Karena daerah tentu punya kemampuan untuk melihat pembangunan di level mereka dan desakan bersamaan bisa juga menjadi tambahan PAD bagi mereka," imbuhnya.
Oleh karena itu, Yusuf mengungkapkan, secara umum penambahan penerimaan pajak sejatinya bisa dialokasikan untuk berbagai kepentingan termasuk di dalamnya kepentingan untuk mendorong pembangunan transportasi publik yang lebih baik dan tersebar luas di seluruh Indonesia.
"Namun demikian, kita juga perlu mendiskusikan pendanaan yang digunakan oleh pemerintah, terutama kalau kita bicara pendanaan dari sektor pajak. Kalau kita bisa bicara detail maka sebenarnya perlu dilihat bagaimana dampak yang kemudian diberikan dari peningkatan tarif pajak," tuturnya.