JAKARTA - Harga minyak dunia diperkirakan tembus USD100 per barel. Hal ini terdorong perang antara Israel dengan Iran.
Fenomena seperti ini sudah diprediksi dampaknya. Di man ketegangan di Timur Tengah yang meningkat menyebabkan kenaikan harga minyak dunia.
Sejauh ini, harga minyak telah naik ke level intraday tertinggi dalam enam bulan. Namun, dengan terlibatnya Iran sebagai salah satu produsen minyak terbesar di dunia ke dalam perang terbuka dengan Israel, maka harga minyak diperkirakan akan kembali meleseat ke angka lebih dari USD100 per barel.
Dalam transaksi hari Jumat (12/4), minyak mentah West Texas Intermediate bulan Mei CL.1, -0,25% CLK24, -0,25% naik USD76 sen, atau 0,9%, diperdagangkan pada USD85,78 per barel di New York Mercantile Exchange setelah diperdagangkan setinggi USD87,67. Sementara Minyak mentah Brent bulan Juni BRN00, -0,33% BRNM24, -0,33% naik USD90 sen, atau 1%, menjadi USD90,64 di ICE Futures Europe menyusul level tertinggi di USD92,18. Keduanya menyentuh level intraday tertinggi sejak Oktober.
Sementara itu, Ahli Strategi Morgan Stanley dan RBC Capital Markets mencatat harga minyak bisa terpukul jika ketegangan di Timur Tengah mereda, atau jika pertumbuhan global mulai goyah, sehingga berpotensi mengaburkan prospek saham-saham energi.
Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi yang kuat dapat meningkatkan keuntungan perusahaan dan mengarahkan investor ke sektor lain yang memiliki kinerja baik tahun ini, seperti industri dan keuangan.
Perusahaan-perusahaan di S&P 500 diperkirakan akan meningkatkan pendapatan sebesar 9% tahun ini, menurut data LSEG IBES. Demikian dilansir dari Reuters, Minggu (14/4/2024).
Sementara itu, Kepala Investasi Marta Norton mengatakan perusahaannya memiliki saham perusahaan pipa energi dan Master Limited Partnerships, atau MLP lainnya, yang dapat melindungi dari kenaikan inflasi.