JAKARTA - Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi menyatakan mahalnya harga beras beberapa belakangan disebabkan oleh naiknya biaya pokok produksi beras itu sendiri.
Namun sayangnya naiknya harga beras itu sejalan dan segaris dengan masalah daya beli masyarakat yang juga masih tertekan.
Arief menjelaskan, jika harga beras diturunkan ketika biaya produksi naik, maka yang akan terdampak adalah para petani. Hal itu justru bisa menurunkan minat para petani untuk memproduksi beras karena dihargai murah oleh pemerintah.
"Karena dengan harga yang terlalu rendah, itu memang kasian petaninya, tetapi harus disampaikan juga secara seimbang apabila harga ini dinaikkan akan berimpact kepada lebih dari 270 juta orang (penduduk)," ujar Arief usai Halal Bi Halal di Kantor Bapanas, Kamis (18/4/2024).
Oleh sebab itu menurutnya tingginya harga beras ini juga akibat dari melemahnya daya beli masyarakat. Sebab harga gabah ditingkat petani sendiri sudah kadung mahal karena telatnya musim panen akibat El Nino beberapa bulan belakangan.
"Ini sebenarnya berkaitan dengan daya beli, berkaitan dengan inflasi," sambungnya.
Lebih lanjut, Arief mensimulasikan saat ini harga gabah kering di tingkat petani tembus Rp8.000-8.600/kg, maka otomatis harga beras di pasar 50% dari harga gabah tersebut menjadi sekitar Rp16.000/kg.
"Jadi publik harus mengetahui bahwa bila agro input itu naik, bila faktor atau variabel cost dari pembentuk harga beras atau apapun komoditas itu naik itu memang harus disesuaikan supaya petani, peternak masih tetap mau beternak dan menanam," pungkasnya.
(Taufik Fajar)