JAKARTA - Kekhawatiran Menteri Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Teten Masduki, yang menyebutkan ancaman penetrasi aplikasi platform digital e-commerce asal China, Temu, akan berdampak besar bagi keberlangsungan UMKM di Indonesia.
Pasalnya, lanjut dia model bisnis Temu yakni penjualan e-commerce secara crossborder dengan bentuk factory to consumer, akan menguasai pasar Indonesia dengan penawaran harga yang jauh lebih murah dari UMKM.
Sementara itu Staf Khusus Menkop UKM bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif, Fiki Satari mengungkapkan dampak kehadiran Temu terhadap sektor bisnis UMKM di Indonesia. Fiki menjelaskan model bisnis Temu akan melahirkan predatory pricing atau persaingan harga yang mendominasi pangsa pasar UMKM nantinya.
"Jika Temu hadir di Indonesia, bagi UMKM produsen nantinya tidak akan mampu bersaing dengan produk yang dijual dengan harga jauh lebih rendah daripada HPP (Harga Pokok Penjualan)," ujar Fiki kepada MPI, Kamis (13/6/2024).
Selain itu, Fiki menuturkan aplikasi Temu yang menghubungkan langsung antara pabrik dengan konsumen, dalam artian tidak memerlukan distributor atau affiliator, cenderung dapat mematikan keuntungan penjualan yang diterima dari penjual di Indonesia.
"Bagi UMKM seller, Temu menghadirkan produk yang dikirim langsung dari pabrik di China ke konsumen, penjual di Indonesia tidak akan menjadi bagian dari transaksi," jelas Fiki.
Lebih lanjut, Fiki juga mengatakan dampak langsung Temu bagi keterbukaan lapangan kerja di Indonesia. Ia menyebutkan kehadiran Temu dapat menutup 97% tenaga kerja lokal, khususnya di sektor UMKM Indonesia.
"Kemudian bagi tenaga kerja, 117 juta orang atau 97% tenaga kerja nasional ada di sektor UMKM jika produk konveksi dari China masuk, maka designer, tukang jahit, tukang bordir, dan tukang pewarna kain, tidak akan dapat apa-apa," ungkap Fiki.
Terakhir, dampak masuknya aplikasi Temu bagi konsumen di Indonesia juga berujung negatif. Fiki menjelaskan berdasarkan keterangan yang diperoleh dari pengguna aplikasi Temu di Amerika Serikat, kualitas produk yang dibeli lebih buruk, serta seringnya pemotongan saldo tanpa sepengetahuan pembeli.
"Temu juga merugikan bagi konsumen. Seperti keterangan pengguna di Amerika Serikat dan beberapa negara lain, banyak yang mengeluhkan kualitas barang yang buruk dan ada pemotongan saldo tanpa sepengetahuan mereka," katanya.
Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengakui platform e-commerce asal China, Temu, tengah menjadi perhatian pemerintah. Sebab, saat ini Temu sudah beroperasi di beberapa negara.
"Kita perlu mengantisipasi apabila mereka juga beroperasi di Indonesia," ujar Asisten Deputi Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Kemenko Perekonomian Herfan Brilianto Mursabdo dalam acara Media Briefing: Perkembangan Kebijakan Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan UMKM yang digelar di Media Center Gedung Ali Wardhana Jakarta.
Dikatakan Herfan, sebetulnya pemerintah telah melakukan beberapa langkah antisipatif. Salah satunya dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 31/2023 yang mengatur tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik yang memisahkan antara media sosial dan e-commerce ini sebagai respons pada fenomena TikTok Shop pada saat itu.
(Taufik Fajar)