JAKARTA - Tarif Cukai Hasil Rokok (CHT) alias cukai rokok direncanakan naik. Hal ini sedang dibahas dalam penyusunan RAPBN 2025.
Dirjen Bea Cukai Askolani mengatakan sudah mendapatkan persetujuan untuk penyesuaian tarif cukai di tahun 2025 melalui intensifikasi. Namun, besaran tarif tersebut akan dibahas lebih lanjut dalam RAPBN 2025 pada bulan Agustus mendatang.
Kebijakan ini dianggap tidak tepat. Walaupun alasan kenaikan tarif cukai rokok difungsikan untuk menekan jumlah perokok pemula.
“Perokok pemula itu jumlahnya sangat sedikit dibandingkan perokok aktif yang sudah memasuki usia dewasa. Karena apa, mereka itu belum mampu beli. Kalau pun beli, paling hanya ketengan,” ujar Bambang Haryo Soekartono.
Bambang mengatakan, perokok pemula kebanyakan berasal dari keluarga berkecukupan.
“Sehingga walaupun naik, mereka tetap mampu untuk membeli rokok. Kalau menengah ke bawah, mereka memang tidak mampu untuk beli. Jangankan sebungkus, beli sebatang juga buat ramai-ramai,” katanya.
Menurutnya cara solutif untuk menekan perokok pemuka yaitu dengan memperketat dalam penegakan aturan hukum yang berlaku.
“Harus ada regulasi, yang bisa memberikan efek jera. Misalnya, dengan memberikan sanksi kurungan penjara hingga denda sejumlah tertentu, yang membuat perokok di bawah usia yang ditentukan akan menjadi jera,” tuturnya.
Selain itu, diperlukan regulasi yang disertai dengan pengawasan yang konsisten dan tegas dalam pelaksanaannya.
“Jangan aturan yang ada dijadikan bahan untuk mencari keuntungan pribadi. Aturan tentang batas umur perokok ini harus diterapkan dengan tegas. Libatkan dan lakukan sosialisasi secara masif dengan melibatkan pihak sekolah dan orangtua,” jelas Bambang.
Menurut data, cukai rokok mencapai sekitar Rp200 triliun pada tahun 2022, seharusnya dialokasikan untuk sektor kesehatan dalam bentuk langkah-langkah pencegahan, seperti kampanye gaya hidup sehat.