Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

5 Fakta Sindiran Menperin ke Sri Mulyani hingga Nasib Industri Tekstil

Jihaan Haniifah Yarra , Jurnalis-Minggu, 23 Juni 2024 |04:00 WIB
5 Fakta Sindiran Menperin ke Sri Mulyani hingga Nasib Industri Tekstil
Fakta Industri Tekstil. (Foto: Okezone.com)
A
A
A

JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani buka suara mengenai adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal belasan ribu pekerja tekstil di Indonesia.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta juga turut menanggapi pernyataan dari Menkeu Sri Mulyani tersebut.

Namun apa yang disampaikan Sri Mulyani justru disindir Menteri Perindustrian Agus Gumiwang. Menurutnya, Sri Mulyani tidak konsisten antara pernyataan dan kebijakannya terkait industri tekstil.

Okezone pun merangkum fakta menarik terkait industri tekstil, Minggu (23/6/2024). Berikut faktanya: tekstil :

1. Kata Sri Mulyani

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani mengungkapkan bahwa penyebab pemutusan hubungan kerja (PHK) massal belasan ribu pekerja tekstil di Indonesia adalah terdapat pengaruh dumping produk impor.

Dumping atau penjualan barang yang diekspor lebih murah dibandingkan di dalam negeri, ditengarai Sri Mulyani, karena kapasitas produk tekstil yang melimpah di dunia namun permintaan tengah menurun.

2. Sindiran Menperin

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita justru menilai Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak konsisten dari pernyataan dan kebijakan yang dikeluarkan terkait industri tekstil dan produk tekstil.

Meski Agus sependapat dengan pernyataan Sri Mulyani tersebut. Namun dirinya menilai terdapat inkonsistensi lantaran Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) Kain yang masa berlakunya telah berakhir pada 8 November 2022 hingga saat ini belum terbit perpanjangannya.

"Di sinilah salah satu letak inkonsistensi pernyataan Menkeu. Di satu sisi, menyalahkan praktik dumping yang dilakukan negara produsen TPT, namun di sisi lain, lambat atau tidak kunjung membuat kebijakan untuk pengamanan pasar TPT di dalam negeri," kata Menperin.

3. Kegagalan Kontrol Bea Cukai

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta menanggapi dan menyanggah pernyataan dari Menkeu Sri Mulyani sebagai pengalihan isu lantaran adanya kegagalan dalam mengontrol Direktorat Jenderal Bea Cuka, yang berada di bawah naungan Kementerian Keuangan.

“Kita bisa melihat dengan mata telanjang, bagaimana banyak sekali oknum di Bea Cukai terlibat dan secara terang-terangan memainkan modus impor borongan/kubikasi dengan wewenangnya dalam menentukan impor jalur merah atau hijau di pelabuhan” jelas Redma dalam keterangan yang diterima MPI.

4. Peningkatan Barang Impor Tak Tercatat

Redma mengatakan bahwa kinerja buruk Bea Cukai tersebut mengakibatkan adanya peningkatan barang impor tidak tercatat dari China sedari tahun 2021 sampai 2023.

“Hal ini dapat terlihat jelas dari data trade map dimana gap impor yang tidak tercatat dari China terus meningkat USD2,7 miliar di tahun 2021 menjadi USD2,9 miliar di tahun 2022 dan diperkirakan mencapai USD4 miliar di tahun 2023,” ujar Redma.

5. Upaya Selamatkan Industri Tekstil

Menteri Agus menyampaikan bahwa Kementeriannya dalam lima tahun terakhir telah berupaya untuk melakukan penyelamatan industri TPT nasional dari persaingan global dan daya saing pasar domestik. Terhadap persaingan global, Kemenperin terus berupaya untuk memperluas pasar dengan mempertahankan kualitas hasil produksi.

Sebagaimana diketahui produk-produk barang jadi buatan Indonesia seperti pakaian jadi dan alas kaki telah diakui dan mendapatkan tempat tersendiri di negara tujuan ekspor, di antaranya adalah Amerika Serikat, Jepang, dan beberapa negara Uni Eropa.

“Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini terjadi penurunan ekspor yang diakibatkan oleh permasalahan geopolitik global yang berimplikasi pada terjadinya penurunan daya beli dari konsumen di negara tujuan ekspor, serta sulitnya mengakses pasar ekspor karena adanya pembatasan barang impor melalui kebijakan tariff barrier dan nontariff barrier,” ujarnya.

Agar kondisi industri TPT nasional terus terjaga di tengah terjadinya penurunan ekspor, Kemenperin terus berupaya meningkatkan penyerapan produk TPT di pasar domestik. Namun, daya saing industri TPT nasional di pasar domestik terganggu oleh importasi produk sejenis, terutama produk TPT hilir, dalam jumlah besar, baik yang masuk secara legal maupun ilegal.

“Selain itu, terdapat hasil produksi TPT di dunia yang tidak terserap oleh negara tujuan ekspor yang saat ini menerapkan restriksi perdagangan. Akibatnya, terjadi oversupply sehingga negara produsen melakukan dumping dan mencoba untuk mengalihkan pasar ke negara-negara yang tidak memiliki proteksi pasar dalam negeri, salah satunya ke Indonesia,” jelas Menperin.

(Feby Novalius)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement