JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan saat Indonesia mengalami defisit aluminium sebesar 750.000 ton.
Staf Khusus Menteri ESDM bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara Irwandy Arif menilai, setiap komoditas memang memiliki ciri khas sendiri dan tantangan peluang sendiri.
"Jadi bauksit kita, Indonesia bisa melalui refinery menjadi alumina dan alumina melalui smelter menjadi aluminium. Indonesia defisit 750.000 ton aluminium," jelas Irwandy, Selasa (25/6/2024).
Irwandy pun menegaskan hal ini harus segera diatasi oleh pemerintah, salah satunya dengan mendorong PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) untuk terus meningkatkan kapasitas produksi aluminiumnya.
"Ini harus kita tambal segera dan pemerintah mendorong PT Inalum dan Inalum sudah rencanakan menambah kapasitas dari 250.000 menjadi 600.000 per tahun," tutur Irwandy.
Irwandy mengungkapkan, selain Inalum, ada juga perusahaan di Kalimantan Utara yang berencana mendirikan smelter yang nantinya akan memproses alumina menjadi aluminium dengan kapasitas sebesar 500.000 ton per tahun.
"Ini kita harapkan bisa menutup defisit yang cukup besar dari aluminium," imbuh Irwandy.
Lebih lanjut Irwandy juga menambahkan sejatinya ada 12 smelter yang berencana diberikan izin ekspor untuk memproses bauksit ke alumina, namun baru 4 yang sudah beroperasi dan menghasilkan alumina untuk kemudian diproses menjadi aluminium. Sementara 8 sisanya, masih belum ada progres yang berarti.
"Ada 8 setelah dicek kemajuannya hanya 1 yang punya kemajuan signifikan. 8 lainnya seperti keluhan Menteri ESDM baha kemajuannya hanya dilaporkan 30 sampai 50 persen tapi ternyata di lapangan tidak seperti itu, baru berupa lapangan," papar Irwandy.
"Ini yang kita perlukan untuk membenahi industri bauksit ke aluminia agar bisa menjadi input kepada produksi aluminium di Indonesia dan tujuan kita untuk memnuhi kebutuhan dalam negeri dan tidak lagi mengeluarkan uang yang banyak untuk impor aluminium," tutupnya.
(Feby Novalius)